Senin, 18 Januari 2010

“Analisis Novel Raumanen karya Marianne Katoppo”

Menurut apresiator, novel yang sangat fenomenal ini menonjol pada amanat yang terkandung di dalam cerita yang secara cantik disajikan oleh Marianne Katoppo. Novel yang pertama kali diterbitkan pada tahun 1977 ini mengandung banyak amanat yang dapat kita ambil ynag sesuai dengan kehidupan kita sebagai seorang pelaar atau mahasiswa. Tema yng diangkat pada novel yang menjadi pemenang Sayembara Menulis Dewan Kesenian Jakarta 1975, Hadiah Yayasan Buku Utama 1978, dan Sea White Award 1982 ini memberikan amanat yang asih berlaku samapai saat ini. Walaupun novel ini telah diterbitkan 32 tahun yng lalu.
Amanat yang terkandung dalam novel Raumanen
A. Hubungannya dengan diri sendiri.
1. Hendaknya para pelajar jangan melakukan pergaulan bebas karena dapat mengakibatkan masa depan menjadi hancur.
 Manen yang merupakan sorang mahasiswa yang berpendidikan tidak layak melakukan pergaulan bebas dengan Monang. Hubungan seksual di bungalow di Cibogo, di daerah Puncak yang telah membuat Manen hamil itu mengakibatkan kehidupan Manen dan Monang hancur.
2. Berani berbuat maka harus berani bertanggung jawab.
 Perbuatan Monang dan Manen menunjukkan perbuatan sepasang mahasiswa yang pengecut. Mereka tidak bertanggung jawab atas perbuatan yang telah mereka lakukn. Ini sangat tidak patut ditiru oleh pembaca novel Raumanen khususnya remaja masa kini. Keduanya berani berbut asusil dalam berpacran sampai Manen hamil di luar nikah. Namun, Monang tidak mau bertanggung jawab atas perbuatannya. Ia tdak menikahi Manen. I justru meninggalkan Mane seorang diri dengan semu msalah yng ditimbulkan dari perbuatan mereka berdua.
3. Kita harus jujur dan terbuka agar terhindar dari masalah.
 Masalah-masalah yang dihdapi Manen da Monang tidak dapat diselesaikn denagn baik kerena ereka berdua tidak jujur dan terbuka. Monang seharusnya terbuka dan jujur tentang keadaannya terhadap keluarganya. Ia juga sehrusny jujur kepada Manen bahwa ia telah dijodohkan oleh orang tuanya. Begitu pula dengan Manen. Ia menutup-nutupi kehamilnya da tudak jujur kepada orang tuannya. Ini mengakibatkan ia mnanggung beban masalah seorang diri yang mengakibatkan ia tidak kuat dan bunuh diri.

B. Hubungannya dengan masyarakat sosial dan budaya.
1. Janganlah melanggar etika yang ada dalam masyarakat.
 Novel ini sangat edukatif karena member kita teldanbahwa pergailan bebas yang dilakukan Monang dan Manen melanggr dt ketimuran. Hal itu tidak lazim dan tidak patut dilakukan oleh pasangan yang belum resmi menikah. Maka wajar bila Manen menjadi takut dan malu tehadap masyarkat orang-oarang di sekitarnya yang sangat menjunjung etika, adat, dan budaya timur.
2. Adat dan budaya di daerah kita harus kita jujung.
 Keputusan Monang untuk menikah dengan gadis pilihan orang tuanya merupakan hal yang jarang dilakukn pada jaman sekarang ini. Ini membuktikan bahwa Monang menjunjung adat dan budaya kawin paksa yang telah menjadi kebiasaan di daerhnya.
3. Kita harus menjunjung semboyan Bhineka Tunggal Ika.
 Perbedaan suku antara Monang dan Manen menjadi rintangan yang sulit ditembus. Di tahun 60-an persamaan suku dalam memilih pasangan hidup masih merupakan syarat yang mutlak. Begitupun dengan orang tua Monang Waktu itu memang Republik masih muda, mungkin saja semboyan "Bhineka Tunggal Ika" belum meresap ke hati warganya. Bagi Manen yang telah memiliki wawasan yang luas hal ini memberikan kesimpulan dalam dirinya bahwa, hampir 20 tahun sesudah revolusi, sesudah dua windu lebih penduduk Nusantara berpengalaman hidup sebagai "orang indonesia", ternyata beban prasangka serta wasangka terhadap suku lain masih belum dapat dilepaskan dengan begitu mudah. "Orang Mana?" dan "Anak Siapa?" masih tetap jadi nada-nada pertama suatu perkenalan baru.
C. Hubungannya dengan Tuhan dan agama
1. Janganlah melanggar hal menjadi larangan Tuhan dan agama.
 Pebuatan Monang dan Manen sebagai sepasang kekasih yang melakukan pergaulan bebas jelas-jelas bertentangan dengan semua agama yang ada. Pebuatan tersebut menunjukkan bahwa Monang dan Manentidak melakukan apa yang menjadi perintah agama dam menghindari laraga Tuhan. Ini membktijkan bahwa segi religiusitas Monang dan manen sebagai mahasiswa sangat tipis. Sebagai kaum intelektual seharusnya erek dapat menjdi teladan bagi pembaca dengn dapat membedakan mana perbuatan yang baik dan mana perbuatan yang buruk.Perbuatan Manen yang nekat bunuh diri menunjukkan bahwa ia idak memiliki agama yang kuat. Ia tidak memiliki pegangan hidup sehingga mudah putus asa.
2. Bunuh diri merupakan perbuatan dosa.
 Remaja yang kuat imannya dan memegang teguh agamanya tidak akan melakukn perbuatan nekat dengan bunuh diri seperti yang dilakukan oleh manen. Apalagi Manen secara tidak langsung mebunuh darah daging yang ada di dalam kandungannya. Menurut agama, hidup dan mati itu menjadi kuasa Allah semata. Novel Raumanen menceritakan arwah/jiwa yang tidak diterima Tuhan setelah bunuh diri. Secara panjang lebar diceritakan arwah Manen masih mengembara dan bergentayangan di dunia. Arwahnya masih dapat menyaksikan kehidupan orang-orang yang dicintainya. Hal ini tentunya dapat menjadi pelajaran yang berharga bagi semua orang yang ingin mencoba melakukan bunuh diri.

Dari penjabaran amanat di atas, dapat diketahui bahwa novel yang hanya setebal 131 halaman ini telah memberikan amanat lebih daripada yang kita harapkan dari jenisnya. Dikerjakan dengan ketrampilan teknis bercerita dan perasaan halus seorang wanita yang membuat novel ini sebuah saksi penting kondisi sosial waktu itu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar