Sabtu, 30 Januari 2010

Makalah Psikologi Pendidikan: “Asesmen Hasil Belajar”

BAB 1
LATAR BELAKANG

A. PENDAHULUAN
Dewasa ini istilah asesmen banyak digunakan dalam kegiatan evaluasi, terutama setelah diberlakukannya kurikulum berbasis kompetensi. Kurikulum ini memiliki karakteristik tertentu baik dalam perencanaan pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran, maupun evaluasi pembelajaran. Dalam kegiatan evaluasi pembelajaran, kurikulum ini tidak hanya mempersyaratkan penggunaan tes formal seperti halnya yang baisa digunakan selama ini, melainkan juga evaluasi alternative yang dinamakan dengan asesmen portofolio (autentik) maupun asesmen kinerja (performance). Pemakalah ingin membahas bagaimana asesmen belajar beserta prosedur penerapannya dengan baik dan benar.

B. PERMASALAHAN
1. Pengertian asesmen belajar.
2. Tujuan asesmen belajar.
3. Prinsip-prinsip dalam asesmen.
4. Asesmen kinerja beserta prosedur penerapannya.
5. Asesmen portofolio beserta prosedur penerapannya.

C. TUJUAN YANG INGIN DICAPAI
1. Menjelaskan pengertian asesmen belajar.
2. Menjelaskan tujuan asesmen .
3. Menjelaskan prinsip-prinsip asesmen.
4. Menjelaskan konsep asesmen kinerja beserta prosedur penerapannya .
5. Menjelaskan konsep asesmen portofolio beserta prosedur penerapannya



BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian
Asesmen merupakan proses mendokumentasi, melalui proses pengukuran, pengetahuan, ketrampilan, sikap, dan keyakinan peserta didik. Dapat dinyatakan pula bahwa asesmen merupakan kegiatan sistematik untuk memperoleh informasi tentang apa yang diketahui, dilakukan, dikerjakan oleh peserta didik. Ada berbagai pendapat mengenai asesmen, diantaranya adalah:
1. Khan, Hardas, dan Ma (2005)
Menyatakan bahwa asesmen merupakan prosesmendokumentasikan pengetahuan, ketrampilan, sikap, dan keyakinan.
2. NAEYC (1990)
Menyatakan bahwa asesmen merupakan proses pengamatan, pencatatan, dan pendokumentasian pekerjaan yang dilakukan peserta didik dan cara-cara peserta didik mengerjakannya, untuk dijadikan sebagai dasar dari berbagai pembuatan keputusan pendidikan yang mempengaruhi anak
3. Dodge dan Bickart (1994)
Menyatakan bahwa asesmen merupakan proses memperoleh informasi tentang anak untuk membuatkeputusan tentang pendidikannya
4. Hills (1992)
Menyatakan bahwa asesmen terdiri atas tahap pengumpulan data tntang perkembangan dan belajar peserta didik, menentukan kebermaknaan tujuan program, memadukan informasi kedalam perencanaan program, dan mengkomunikasikan temuan kepada orang tua dan pihak-pihak yang berkepentingan

B. Sejarah Asesmen
Kegiatan asesmen muncul pertama kali di Cina pada tahun 206 sebelum masehi ketika dinasti Han memperkenalkan ujian untuk membantu proses seleksi pegawai kerajaan. Di Eropa, ujian yang dilakukan selama abad pertengahan digunakan untuk membantu seleksi calon pendeta dan kesatria, dan anak-anak sekolah diuji pengetahuan tentang katekismus. Amerika Serikat memperkenalkan ujian tertulis pada tahun 1830an dalam upaya mengurangi subjektifitas asesmen.

C. Tujuan Asesmen
Asesmen pembelajaran memiliki dua tujuan, yaitu tujuan isi dan tujuan proses (Herman, Aschbacher, and Winters, 1992). Tujuan pembelajaran asesmen pada dasarnya tergantung pada penggunaan jenis-jenis asesmen. Ada empat jenis asesmen dalam pembelajaran, yaitu
1. Asesmen Formatif dan Sumatif
Asesmen sumatif biasanya dilaksanakan diakhir pembelajaran, dan digunakan untuk membuat keputusan tentang kenaikan kelas peserta didik. Asesmen formatif umumnya dilaksanakan selama proses pembelajaran berlangsung.
2. Asesmen objektif dan subjektif
Asesmen bentuk objektif merupakan bentuk pertanyaan yang memiliki satu jawaban yangbenar. Asesmen subjektif merupakan bentuk pertanyaan yang memiliki lebih dari satu jawaban yang benar.
3. Asesmen acuan patokan dan acuan normative
Asesmen acuan patokan, biasanya menggunakan tes acuan patokan, merupakan asesmen yang digunakan untuk mengukur kemampuan peserta didik berdasarkan criteria yang telah ditetapkan sebelumnya. Prosedur asesmen acuan patokan mencakup aturan kegiatan-kegiatan sebagai berikut:
i. Identifikasi hasil belajar yang diharapkan
ii. Rumuskan criteria criteria
iii. Rencanakan kegiatan belajar yang membantu peserta didik memperoleh pengetahuan atau ketrampilan
iv. Sebelum kegiatan belajar berlangsung, komunikasikan kriteria tersebut dan pekerjaan yang akan diakses
v. Berikan contoh tingkat kinerja yang diinginkan
vi. Impelementasikan kegiatan belajar
vii. Gunakan beberapa metode asesmen berdasarkan tugas yang diberikan
viii. Kaji kembali data asesmen dan evaluasi masing-masing tingkat kinerja peserta didik atau kualitas pekerjaan dengan menggunakan criteria
ix. Apabila diperlukan, berikan tanda huruf yang menunjukkan pemenuhan hasil belajar peserta didik terhadap criteria
x. Laporkan hasil asesmen kepada peserta didik dan orang tua
Asesmen acuan normatif atau dikenal dengan penentuan rangking berdasarkan kurva normal, biasanya menggunakan tes acuan normative, tidak digunakan untuk mengukur kemampuan peserta didik berdasarkan criteria yang telah ditetapkan sebelumnya.
4. Asesmen formal dan informal
Asesmen formal biasanya diwujudkan dalam bentuk dokumen tertulis. Asesmen informal tidak dimaksudkan untuk menentukan rangking akhir peseta didik

D. Prinsip-prinsip Asesmen
Prinsip dalam menerapkan asesmen ada tujuh macam, prinsip-prinsip tersebut memberikan visi tentang cara-cara mentransformasikan asesmen sebagai bagian dari reformasi sekolah dengan focus utama pada perbaikan asesmen kelas untuk mendukung belajar. Prinsip-prinsip tersebut adalah:
1. Tujuan utama asesmen adalah memperbaiki belajar peserta didik
2. Asesmen bertujuan untuk mendukung belajar peserta didik
3. Objektif bagi semua peserta didik
4. Kolaborasi profesional
5. Partisipasi Komite Sekolah dalam Pengembangan Asesmen
6. Keteraturan dan Kejelasan Komunikasi mengenai Asesmen
7. Peninjauan Kembali dan Perbaikan Asesmen

E. Asesmen Autentik
Asesmen berbasis kinerja merupakan bentuk ujian dimana peserta didik menjawab suatu pertanyaan atau membuat produk atau mendemonstrasikan keterampilan atau menampilkan kemampuan. Penerapan asesmen berbasis kinerja mempersyaratkan peserta didik secara aktif menyelesaikan tugas-tugas kompleks dengan menggunakan pengetahuan dan keterampilan tingkat tinggi yang telah dimiliki dalam memecahkan masalah yang bersifat realistik atau autentik. Asesmen kinerja umumnya mendekati kehidupan nyata, dimana peserta didik harus mengerjakan tugas dalam batas waktu tertentu.
Asesmen autentik merupakan jenis asesmen kinerja. Nama autentik diperoleh dari focus teknik evaluasi yang digunakan untuk mengukur tugas-tugas kompleks, relevan, dan di dalam dunia nyata. Asesmen autentik dapat berbentuk karya ilmiah dan memperbaiki karya tulis ilmiah, memberikan analisis tentang peristiwa-peristiwa secara tertulis atau lisan, berkolaborasi dengan orang lain dalam melaksanakan penelitian. Tugas-tugas tersebut mempersyaratkan peserta didik mensintesis pengetahuan dan membuat jawaban dengan benar. Validitas asesmen autentik didasarkan pada relevansi materi yang tersaji di dalam kurikulum dengan keterterapannya dalam dunia nyata. Asesmen autentik itu dapat memperoleh reabilitas tinggi bila menggunakan criteria evaluasi yang telah ditentukan sebelumnya.
Asesmen kinerja memiliki kemampuan untuk mengetahui minat peserta didik, memperbaiki prestasi belajar, meningkatkan standar akademik, dan meningkatkan pengembangan kurikulum yang lebih terpadu. Tahap-tahap yang harus dilalui dalam melaksanakan asesmen kinerja adaalah sebagai berikut:
1. Identifikasi hasil pembelajaran
2. Kembangkan tugas-tugas yang dapat dilakukan peserta didik dalam mempelajari tujuan pembelajaran.
3. Identifikasi hasil belajar tambahan yang didukung oleh tugas
4. Rumuskan criteria dan tingkat kinerja untuk mengevaluasi kinerja peserta didik

F. Asesmen Portofolio
Asesmen portofolio merupakan bentuk evaluasi kinerja yang paling popular. Portofolio biasanya berbentuk file atau folder yang berisi koleksi karya peserta didik. Portofolio yang dirancang dengan baik berisi karya peserta didik yang berkaitan dengan tugas-tugas instruksional, dan mencerminkan pencapaian tujuan kurikulum. Sebagai produk dari kegiatan pembelajaran, portofolio menggambarkan keterampilan berpikir komples dan belajar kontekstual. Pembuatan portofolio dapat digunakan untuk merekam karya peserta didik, mengkomunikasikan pekerjaannya, dan menghubungkan pekerjaanpeserta didik dengan konteks yang lebih luas. Portofolio dapat dimaksudkan untuk memotivasi peserta didik, meningkatkan belajar melalui refleksi dan asesmen diri, dan digunakan untuk menilai proses menulis dan berpikir peserta didik. Isi portofolio dapat digunakan untuk mengukur kebutuhan peserta didik tertentu atau pada bidang-bidang tertentu.
Portofolio dapat dievaluasi dengan dua cara yakni yang pertama, evaluasi berbasis kriteria. Kemajuan peserta didik dibandingkan dengan standar kinerja yang sesuai dengan kinerja peszerta didik lainnya, atau kurikulum. Teknik evaluasi yang kedua adalah mengukur kemajuan peserta didik individual pada periode waktu tertentu. Teknik ini digunakan s=asesmen perubahan pengetahuan atau ketermpilan peserta didik.
Ada beberapa teknik yang dapat digunakan untuk mengases portofolio. Metode evaluasi portofolio dapat dioperasionalkan dengan menggunakan rubric, yakni pedoman penskoran yang berisi rumusan semua dimensi yang diases. Rubric dapat berbentuk holistic yang menghasilkan skor tunggal atau dapat berbentuk analitik yang bmenghasilkan beberapa skor. Penentuan rangking yang bersifat holistic, kadang-kadang menggunakan asesmen portofolio, didasarkan pada kesan umum dari suatu kinerja. Beberapa masalah berkenaan dengan asesmen portofolio. Salah satunya adalah ketika asesmen ini digunakan dalam skala besar, karena portofolio memerlukan banyak waktu dan biaya dalam melaksanakan evaluasi, terutama bila dibandingkan dengan jenis evaluasinya.
Ada berbagai cara untuk memecahkan masalah yang berkaitan dengan objektivitas dan reliabilitas asesmen portofolio. Pertama, ketika menilai kinerja, penggunaan rentang skor kecil, dapat menghasilkan skor yang lebih reliable jika dibandingkan dengan penggunaan rentang skor yang lebih besar. Kedua, peningkatan objektivitas asesmen portofolio dapat menggunakan beberapa evaluator. Ketiga, untuk menguji reliabilitas kor adalah menilai kembali portopolio selama periode waktu tertentu.dalam menerapkan asesmen portofolio, ada beberapa tahap yang harus dilalui, yaitu:
1. Perencanaan dan pengoorganisasian
a. Kembangkan perencanaan portofolio yang bersifat fleksibel
b. Rencanakan waktu secukupnya agar peserta didik mempersiapkan dan mendiskusikan aspek-aspek portofolio.
c. Mulai dengan satu aspek belajar dan hasil belajar peserta didik, kemudian semakin meningkat sejalan dengan apa yang dipelajari peserta didik.
d. Pilih aspek-aspek yang dimasukkan di dalam portofolio yang mampu menunjukkan kemajuan peserta didik atau penguasaan tujuan pembelajaran
e. Pilih setidaknya dua aspek yakni indicator yang diperlukan atau aspek-aspek inti, dan sampel pekerjaan yang dipilih.
2. Implementasi
a. Lekatkan perkembangan aspek-aspek portofolio di dalam kegiatan kelas yang sedang berlangsung untuk menghemat waktu.
b. Berikan tanggung jawab kepada peserta didik untuk mempersiapkan,menilai, dan menyimpan portofolio.
c. Catat komentar pendidik dan peserta didik dengan segara terhadap portofolio tersebut.
d. Selektif dalam artian bukan sebagai kumpulan sampel karya peserta didik yang sembarangan.
3. Hasil
a. Analisis aspek-aspek portofolio untuk memahami pengetahuan dan keterampilan peserta didik.
b. Gunakan informasi portofolio itu untuk mendokumentasikan kegiatan belajar peserta didik, untuk disampaikan kepada orang tua, dan memperbaiki pembelajaran di kelas.























BAB III
PENUTUP

A. SIMPULAN
Asesmen merupakan kegiatan sistematik untuk memperoleh informasi tentang apa yang diketahui, dilakukan, dikerjakan oleh peserta didik. Asesmen biasanya berkaitan dengan prestasi peserta didik. Dalam pemakaian paling sempit, asesmen disamakan dengan ujian. Asesmen memiliki dua tujuan, yaitu tujuan isi dan tujuan proses.
Asesmen ada dua macan, asesmen autentik (asesmen kinerja) dan asesmen portfolio. Asesmen autentik memilii kemampuan untuk mengetahui minat peserta didik, meningkatkan prestasi belajar, meningkatkan standar akademik, dan meningkatkan pengembangan kurikulum yang lebih terpadu, sedangkan asesmen portfolio merupakan hasil evaluasi kerja.
Dalam kegiatan belajar mengajar, asesmen ini dianggap sangat penting, karena selain dapat mengevaluasi hasil belajar peserta didik, juga bisa menjadi penambah semangat bagi peserta didik agar mencapai hasil yang maksimal.

B. SARAN
Saran yang bisa kami berikan terhadap pembaca adalah kita sebagai colon guru hendaknya mengerti dan benar-benar paham mengenai asesmen, karena asesmen akan sangat bermanfaat saat kita bekerja nanti. Mengingat masa depan yang akan kita hadapi tentu akan berbeda dengan masa yang sedang kita jalani sekrang ini, maka dengan mengetahui asesmen ini, kita bisa mengevaluasi cara kerja kita sendiri.

Pengertian Kurikulum

Istilah kurikulum erat hubungnnya dengan dunia pendidikan/pembelajaran. Banyak pengertian yang timbul dari istilah kurikulum itu sendiri, baik yang bersifat holistik maupun parsial. Pengertian kurikulum yang bersifat holistik adalah pengertian yang telah mengkaji secara meyeluruh dan terdiri dari beberapa bagian/hal yang dibahas di dalamnya, sedangkan pengertian kurikulum yang bersifat parsial adalah pengertian yang hanya melihat kurikulum dari bagian tertentu saja. Di bawah ini merupakan beberapa pengertian kurikulum dari berbagai sumber yang akan digolongkan baik pengertian yang bersifat holistik maupun yang bersifat parsial.
Beberapa Pengertian Kurikulum
1. Menurut Badan Standardidasi Nasional SNI 19-7057-200410, kurikulum adalah serangkaian mata ajar dan pengalaman belajar yang mempunyai tujuan tertentu, yang diajarkan dengan cara tertentu dan kemudian dilakukan evaluasi.

2. Menurut Grayson, kurikulum adalah suatu perencanaan untuk mendapatkan keluaran (out comes) yang diharapkan dari suatu pembelajaran. Perencanaan tersebut disusun secara terstruktur untuk suatu bidang studi, sehingga memberikan pedoman dan instruksi untuk mengembangkan strategi pembelajaran (Materi di dalam kurikulum harus diorganisasikan dengan baik agar sasaran (goals) dan tujuan (objectives) pendidikan yang telah ditetapkan dapat tercapai.

3. Menurut Nugraha 2005:1.2, kurikulum merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari proses pendidikan.

4. Menurut Dakir 2004:3, kurikulum adalah suatu program pendidikan yang beisikan berbagai bahan ajar dan dirancang secara sistematik atas dasar norma-norma yang berlaku dan dijadikan pedoman dalam proses pembelajaran bagi pendidik, tenaga kependidikan, dan peserta didik untuk mencapai tujuan pendidikan.

5. Menurut Frank Bobbit 1918, dalam buku ‘The Curriculum’, kurikulum adalah keseluruhan pengalaman, yang tak terarah dan terarah, terumpu kepada perkembangan kebolehan individu atau satu siri latihan pengalaman langsung secara sadar digunakan oleh sekolah untuk melengkap dan menyempurnakan pendedahannya. Konsep beliau menekankan kepada pemupukan perkembangan individu melalui segala pengalaman termasuk pengalaman yang dirancangkan oleh sekolah.

6. Menurut S. H. Hasan, kurikulum bersifat fleksibilitas mengandung dua posisi. Pada posisi pertama berhubungan dengan fleksibilitas sebagai suatu pemikiran kependidikan bagi diklat. Dengan demikian, pada posisi teoritik yang harus dikembangkan dalam kurikulum sebagai rencana. Pengertian kedua yaitu sebagai kaidah pengembang kurikulum. Terdapatnya posisi pengembang ini karena adanya perubahan pada pemikiran kependidikan atau pelatihan.

7. Menurut Kelompok Studi Bahasa dan Sastra Indonesia (1991:3), kurikulum dijelaskan sebagai berikut.
a) Kurikulum merupakan bahan tertulis yang berisi uraian tentang program pendidikan suatu sekolah yang harus dilaksanakan dari tahun ke tahun.
b) Kurikulum merupakan bahan tertulis yang digunakan oleh para guru dalam melaksanakan pengajaran untuk murid-muridnya.
c) Kurikulum adalah suatu usaha untuk menyampaikan asas-asas dan ciri-ciri yang penting suatu rencana yang bersistem sehingga dapat dilaksanakan oleh guru di sekolah.
d) Kurikulum adalah tujuan-tujuan pengajaran, pengalaman-pengalaman belajar, alat-alat pelajaran, dan cara-cara penilaian yang direncanakan dan digunakan dalam pendidikan.
e) Kurikulum adalah program pendidikan yang direncanakan dan dilaksanakan untuk mencapai tujuan penddidikan tertentu.

8. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Nomor: 725/Menkes/SK/V/2003, kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi dan bahan pembelajaran serta metode yang digunakan sebagai pedoman menyelenggarakan kegiatan pembelajaran.

9. Menurut Departemen Pendidikan Nasional berdasarkan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN) Nomor 20 Tahun 2003, kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.

10. Menurut Patmonodewo (dalam Nugraha 2005:1.3), kurikulum adalah seluruh usaha/kegiatan sekolah untuk merangsang anak supaya belajar, baik di dalam maupun di luar kelas.

11. Menurut Harsono, kurikulum adalah gagasan pendidikan yang diekpresikan dalam praktik. Dalam bahasa latin, kurikulum berarti track atau jalur pacu. Saat ini definisi kurikulum semakin berkembang, sehingga yang dimaksud kurikulum tidak hanya gagasan pendidikan tetapi juga termasuk seluruh program pembelajaran yang terencana dari suatu institusi pendidikan.

12. Menurut Zais dalam Nugraha, kurikulum adalah dalam dirumuskan dengan memperhatikan dua unsur pokok yang menjadi tekanan, yaitu: a) isi kurikulum, yaitu mata pelajaran (subject matter) yang diberikan pihak sekolah dan harus ditempuh oleh sitiap siswa dan b) tujuan utama pendidikan, yaitu agar siswa menguasai setiap mata pelajaran yang diberikan dan akhirnya siswa tersebut berhak untuk mendapatkan sertifikat/ijazah sebagai bukti telah menyelesaikan program pedidikan.

13. Menurut Jhon Dewey 1902;5 dalam bukunya ‘The Child and The Curriculum’, kurikulum dapat diartikan sebagai pengajian di sekolah dengan mengambil kira kandungan dari masa lampau hingga masa kini. Pembentukan kurikulum menekankan kepetingan dan keperluan masyarakat.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa terdapat banyak pengertian kurikulum baik yang bersifat holistik maupun parsial. Namun, sebagian besar pengertian kurikulum bersifat holistik karena menjelaskan mengenai berbagai bidang dalam pendidikan.

Kata Majemuk

Berdasarkan bentuknya, kata bisa digolongkan menjadi empat: kata dasar, kata turunan, kata ulang, dan kata majemuk. Kata majemuk adalah gabungan beberapa kata dasar yang berbeda membentuk suatu arti baru yang memiliki struktur tetap,. Jika makna kelompok kata dibentuk dari salah satu kata pembentuknya, maka kata tersebut disebut kata majemuk
Unsur-unsur yang membentuk sebuah kata majemuk tidak hanya bervariasi berdasarkan jenis katanya, tetapi beragam pula apabila dilihat berdasarkan jenis/status elemennya. Sebelum menapak ke uraian berikutnya ada baiknya mengingat kembali beberapa konsep jenis elemen yang memungkinkan menjadi unsur kata majemuk. Elemen-elemen itu adalah kata, pokok kata, akar, dan morfem unik.
Kata adalah bentuk bebas yang terkecil yang tidak dapat dibagi menjadi unsur bebas yang lebih kecil. Tangan, ibu, kota, jari dan sebagainya adalah beberapa contohnya. Sebagai bentuk bebas kata biasanya dapat diisolasikan, seperti pada sifat kata ibu di bawah ini.
• Ayah akan bertemu ibu.
• Ayah akan bertemu dengan ibu.
• Ayah akan bertemu paman dan ibu
Kata beli, tukar, dengar, ukur, dan sebagainya adalah calon kata yang sebenarnya belum dapat berdiri sendiri. Bentuk-bentuk ini akan menjadi kata apabila diberi imbuhan sehingga menjadi membeli, ditukar, terdengar, pengukur, dan sebagainya. Bentuk-bentuk yang tergolong pokok kata ini dapt digunakan untuk membentuk kalimat perintah tanpa bantuan afiks, seperti terlihat dalam kalimat berikut ini.
• Beli saja buku itu!
• Kalau rusak, tukar saja dengan yang baru.
• Dengar baik-baik keterangan gurumu.
• Ukur kekuatanmu sebelum memutuskan mengerjakan tugas itu.
Akar adalah bentuk asal yang terikat. Satuan lingual yang disebut akar ini tidak dapat berdiri, dan tidak dapat digunakan sebagai kata kerja kalimat perintah tanpa diikuti oleh afiks lain. Contoh satuan lingual ini misalnya juang, temu, sua, tengger, dan sebagainya. Seperti terlihat dalam kalimat di bawah ini.
• Juang sekuat tenaga
• Temu orang itu.
• Tengger di dahan yang kuat!
Morfem unik adalah morfem yang hanya dapat bergabung dengan satu morfem saja. misalnya: gulita hanya bergabung dengan morfem gelap, benderang hanya dapat bergabung dengan terang, jelita hanya dapat bergabung dengan cantik, dan sebagainya. Dengan demikian, di dalam bahasa Indonesia hanya ada gabungan terang benderang, gelap gulita, dan cantik jelita.

1. Ciri-ciri Kata Majemuk
a. Susunannya tidak dapat seenaknya dibalik
b. Unsur-unsur rapat tidak dapat disisipkan kata lain diantara unsur itu
c. Merupakan kesatuan yang terikat pada bentuk kata (konstruksimorfologis)
d. Pada umumnya terdiri dari gabungan kata dasar atau kata asal
e. Membentuk arti baru
f. Penulisan awalan ditulis dibagian depan kata pertama.
g. Penulisan akhiran ditulis pada bagian akhir kata kedua
h. Jika engalami pengulangan maka seluruh kata harus diulang penuh

2. Jenis Kata Majemuk
a. Salah satu berupa komponen inti
Contoh: kapal terbang, kursi malas, kamar tidur, mabuk laut, terjun payung
b. Kedua-duanya berupa inti (setara)
Contoh: tanah air, jatuh bangun, mencumbu rayu
c. Salah satu komponen berbentuk unik
Contoh: simpang siur, gelap gulita, tua renta.

3. Pola Kata Majemuk
a. KB - KB; tanah air
b. KK - KK; hancur lebur, jatuh bangun
c. KS - KS; muda belia, cantik jelita
d. KB - KK; kamar tidur, piring terbang
e. KB - KS; kursi malas, rumah sakit
f. KK - KB; terjun payung.

4. Tipe konstruksi kata majemuk
a. Kata majemuk setara
Kata majemuk setara adalah kata majemuk yang unsur-unsur pembentuknya memiliki kedudukan yang sama, seperti kaki tangan, gegap gempita, serah terima, dan sebagainya. Adapun penggunaanya dapat dilihat dalam kalimat di bawah ini.
• Ali adalah kaki tangan orang jahat.
• Sorak sorai penonton gegap gempita di lapangan sepak bola.
• Apakah serah terima jabatan bupati sudah dilaksanakan?
Unsur kaki dan tangan, gegap dan gempita, serah dan terima pada kata majemuk di atas memiliki kedudukan yang sama. Contoh lain misalnya: peluk cium, tabrak lari, remuk redam, dan sebagainya.
b. Kata majemuk tak setara
Kata majemuk tak setara adalah kata majemuk yang dibentuk dari unsur-unsur kata tak setara. Salah satu unsur kata majemuk itu kedudukannya lebih tinggi daripada yang lain, seperti kamar mandi, tangan kanan, makan hati, kambing hitam, meja hijau, dan sebagainya seperti terlihat dalam kalimat di bawah ini.
• Setiap hari dia membersihkan kamar mandi.
• Tangan kanan pemerintah sudah tidak dapat diandalkan.
• Siapa kambing hitam peristiwa berdarah itu.

5. Elemen-elemen pembentuk kata majemuk bahasa
a. Kata majemuk berstruktur kata + kata
Kata majemuk berstruktur kata + kata tidak begitu sukar ditemui di dalam bahasa Indonesia tangan kanan, panjang tangan, kamar mandi, rumah sakit, dan sebagainya adalah kata majemuk-kata majemuk yang tergolong ke dalam tipe ini.
b. Kata majemuk berstruktur kata + pokok kata
Di dalam bahasa Indonesia ada kata majemuk siap tempur, kuda balap, mobil balap, jam kerja, dan sebagainya yang terdapat dalam kaliamat di bawah ini.
• Dia sekarang dalam kondisi siap tempur.
• Ayah kemarin membeli kuda balap.
• Mobil balapnya berharga ratusa juta rupiah.
c. Kata majemuk berstruktur pokok kata + kata
Kata majemuk balap mobil, lomba panah, perang tombak, perang mulut, dan sebagainya adalah kata majemuk yang berstruktur pokok kata + kata. Adapun penggunaanya dapat dilihat dalam kalimat di bawah ini .
• Kami akan menyaksikan balap mobil di Sentul minggu depan.
• Lomba panah tidak dipertandingkan dalam kejuaraan ini.
• Perang mulut antara teman adalah perbuatan yang tidak terpuji.
d. Kata majemuk berstruktur kata + akar
Kata majemuk daya juang, daya tempur, merupakan 2 contoh kata majemuk yang berstruktur kata + akar. Adapun contoh penggunaannya adalah kalimat di bawah ini.
• Daya juang pemuda itu tidak pernah surut.
• Pesawat itu memiliki daya tempur yang cukup mengagumkan.
e. Kata majemuk berstruktur akar + kata
Dari akar kata temu dapat dibuat sejumlah kata majemuk berstruktur akar + kata seperti temu karya, temu ilmiah, temu muka, temu alumni, dan sebagainya seperti yang digunakan dalam kalimat berikut ini.
• Temu karya itu tidak jadi diselenggarakan.
• Fakultas sastra akan mengadakan temu ilmiah di Cisarua.
• Temu alumni SMU kami sudah diadakan tahun lalu.
f. Kata majemuk berstruktur kata + morfem unik
Kata majemuk terang benderang, cantik jelita, gelap gulita, gegap gempita, dan sebagainya. Yang terdapat dalam kalimat di bawah ini merupakan kata majemuk yang berstruktur kata + morfem unik.
• Hari ini cuaca terang benderang.
• Ia melihat gadis yang cantik jelita.
• Begitu dapat menyarangkan bola, para pendukungnya bersorak gegap gempita.
g. Kata majemuk berstruktur pola kata + pokok kata
Di dalam bahasa Indonesia terdapat kata majemuk serah terima, jual beli, candak kulak, timbang terima, dan sebagainya . Apabila diamati elemen-elemennya, maka kata majemuk ini tergolong berstruktur elemen pokok kata + pokok kata. Untuk ini, dapat diperhatikan kalimat (29) sampai dengan (32) di bawah ini .
• Serah terima jabatan Kapolda DIY akan dilakukan pagi ini.
• Jual beli kendaraan bekas sekarang ini semakin meningkat.
• Beliau sebenarnya sudah sah menjadi rektor, tetapi belum timbang terima dengan rektor yang lama.

Kaedah Penulisan dalam Media Masa

Proses komunikasi secara tertulis sangat bergantung pada bahasa yang digunakan, mencakup unsur-unsur bentuk, makna, fungsi, dan nilai, di mana antara satu unsur dan unsur yang lainnya saling berhubungan dalam satu jenis wacana tertentu. Artinya, penggunaan bahasa dengan bentuk, makna, fungsi, dan nilai tertentu menjadi karakteristik yang membedakan satu wacana komunikasi dengan wacana lain. Misalnya, wacana sastra tulis akan berbeda dengan wacana berita surat kabar berdasarkan penggunaan bahasanya, mencakup keempat unsur tersebut.

Media massa cetak, khususnya surat kabar, adalah salah satu media pengguna bahasa Indonesia ragam tulis yang berkembang sangat pesat dewasa ini. Wacana berita pada media massa cetak surat kabar adalah satu jenis wacana penggunaan bahasa tulis yang menggunakan tipe bahasa standar. Hal ini sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Oktavianus (2006), sebagai berikut: Sebagian berita yang disampaikan melalui surat kabar, surat, buku-buku teks dapat dikategorikan sebagai wacana tulis. Memahami wacana tulis agak mudah, namun ada hal-hal khusus yang tidak dapat diamati melalui wacana tulis. Hal-hal yang berkaitan dengan penggunaan unsur suprasegmental tidak dapat diamati karena tidak ada petunjuk ke arah itu. Berbeda dari wacana lisan, wacana tulis pada umumnya telah diedit terlebih dahulu sehingga tipe bahasa yang digunakan adalah bahasa standar (Oktavianus, 2006:45).

1. Kaedah Pembakuan
Arwan Tuti Artha, seorang pemakalah pada Kongres Bahasa Indonesia VIII bulan Oktober 2003 di Jakarta, dalam makalahnya yang berjudul Kearifan Bahasa Lokal pada Pers Berbahasa Indonesia, mengemukakan bahwa bahasa terutama dalam pers cetak sangat besar pengaruhnya bagi masyarakat. Oleh karena itu, pers cetak harus bisa menjadi referensi penggunaan bahasa Indonesia yang benar. Artinya, pers cetak tidak bisa membebaskan diri dari aturan kebahasaan dengan kesadaran untuk meningkatkan kualitas penggunaan bahasa Indonesia (Arwan, 2003:1).
Penggunaan bahasa dalam media massa cetak, khususnya dalam wacana berita, diharapkan dapat menjalankan fungsinya untuk menyampaikan informasi kepada masyarakat pembaca dengan baik sehingga pembaca dapat menangkap setiap esensi pikiran yang disampaikan berita tersebut dengan benar. Artinya, penggunaan bahasa dalam wacana berita surat kabar mengacu pada bentuk standar atau bentuk baku, mencakup semua aspek kebahasaan berupa struktur internal (fonologi, morfologi, sintaksis dan gramatika), aspek semantik, aspek leksikon, serta didukung dengan penggunaan ejaan dan tanda baca yang tepat. Penggunaan bentuk-bentuk bahasa yang tidak standar dan tanda baca yang tidak tepat dalam wacana berita surat kabar dikhawatirkan dapat mengacaukan pemahaman terhadap pikiran yang dikomunikasikan karena dalam proses hal ini, pihak-pihak yang berkomunikasi tidak sedang bersemuka.
Dalam perkembangan ketatabahasaan bahasa Indonesia, pembakuan kaidah memang masih terbatas pada kaidah bahasa ragam tulis, sedangkan kaidah bahasa ragam lisan masih sebatas wacana “asal tidak menunjukkan kekhasan logat bahasa daerah tertentu”. Pembakuan bahasa ragam lisan belum bisa dilakukan disebabkan latar belakang etnis masyarakat bahasa Indonesia yang sangat beragam dengan logat dan dialek yang juga sangat beragam. Situasi ini menyulitkan pembakuan ragam lisan terkait standardisasi lafal dan penetapan transkripsi fonetis baku. Hal ini sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Halim (dalam Alwi dkk., 2000):
Kajian tentang pembakuan ragam lisan bahasa Indonesia hampir-hampir tak tersentuh. Seratus persen perhatian tertuju pada pembakuan bahasa Indonesia ragam tulis. Masalah yang belum banyak dibicarakan adalah mencakup soal suprasegmental yang mencakup tekanan dan lagu atau intonasi. Boleh dikatakan penelitian mengenai ciri‑ciri prosodi atau ciri suprasegmental ragam lisan bahasa Indonesia masilt merupakan lapangan yang belum tersentuh.
Sementara itu, pembakuan bahasa Indonesia ragam tulis sudah dimulai secara resmi sejak penerbitan buku Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia (TBBBI) edisi pertama untuk menyongsong Kongres Bahasa Indonesia V yang diselenggarakan di Jakarta pada 28 Oktober 1988. Pembakuan tata bahasa ini seiring dengan penerbitan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) edisi pertama yang memuat kosa kata baku. Dalam makalah berjudul Perkembangan Bahasa Indonesia dari Aspek Teori Linguistik, yang dibacakan pada Kongres Bahasa VIII di Jakarta pada 14—17 Oktober 2003, ahli bahasa Indonesia berkebangsaan Belanda, Heins Steinhauer, menyimpulkan bahwa dalam menghadapi kenyataan banyaknya varietas bahasa Indonesia yang menjadikannya sebagai kontinum yang tidak jelas batasnya, kita (peserta kongres yang mewakili seluruh elemen masyarakat Indonesia) harus berpegang pada penafsiran bahwa bahasa Indonesia (standar) merupakan bahasa yang didefinisikan tata bahasanya dalam TBBBI dan kosakatanya dalam KBBI (Steinhauer, 2003:2). Pernyataan ini menggiring kita pada konsekuensi harus mengacu kepada TBBBI dan KBBI bila kita ingin menggunakan bahasa Indonesia ragam tulis yang baku.

2.Tata Bahasa: Kesalahan Penulisan
Salah satu kesalahan penulisan yang banyak terjadi yaitu penulisan kata penghubung “dan”, yakni menulis kata “dan” di awal kalimat. Penulisan demikian jelas salah atau menyalahi kaidah tata bahasa. Pasalnya, kata penghubung harus digunakan untuk menghubungkan dua hal atau kalimat, bukan untuk mengawali sebuah kalimat.
Kesalahan penulisan itu terjadi, utamanya di kalangan wartawan/media, kemungkinan karena salah satu dari dua hal ini: kemalasan atau kebodohan. Sang wartawan malas mengecek ejaan atau penulisan yang baik dan benar sesuai dengan kaidah ahasa; atau memang ia (maaf) bodoh, tidak well educated, sehingga menulis semaunya. Kalau karena malas, tidak bisa dimaafkan. Jika karena bodoh, dapat dimaafkan, karena bisa diatasi dengan belajar atau diajari.
Sama halnya dengan wartawan/media yang masih saja menggunakan “kata-kata mubazir” dan “kata-kata jenuh” dalam penulisan berita, seperti penggunaan kata “sementara itu”, “dalam rangka”, “perlu diketahui”, “seperti kita ketahui”, “dapat ditambahkan”, “selanjutnya”, dan sebagainya. Hal itu karena dua hal tadi, malas atau bodoh.
Bukan hanya itu, kesalahan penulisan “dan” juga sering terjadi dalam cara penulisan “dan” ketika menghubungkan lebih dari dua hal/benda, misalnya: “di kamar itu ada kursi, meja dan tempat tidur” (tanpa koma). Mestinya, menurut Ejaan Yang Disempuranakan (EYD), harus menggunakan koma sebelum kata “dan”: “di kamar itu ada kursi, meja, dan tempat tidur”.
Ada juga kesalahan penulisan “sehingga” di awal kalimat.
Contoh:
• “…melakukan aksi perlawanan. Sehingga, polisi menggunakan….
• ”. Mestinya, “…melakukan perlawanan sehingga polisi menggunakan…”;
• “…melakukan perlawanan. Akibatnya, polisi menggunakan….”.
Pedoman penulisan bahasa Indonesia yang baik dan benar membahas juga soal kata-kata penghubung lain yang harus dihindari. Untuk menghubungkan dua klausa tidak sederajat, bahasa Indonesia tidak mengenal bentuk “di mana” (padanan dalam bahasa Inggris adalah “who”, “whom”, “which”, atau “where”) atau variasinya (”dalam mana”, dengan mana”, “hal mana”, “dalam pada itu”, “yang mana” dan sebagainya).
Wartawan kita juga sering membuat judul dengan awal angka/bilangan. Misalnya, “12 Orang Tewas Tertimbun Longsor”. Mestinya, “Dua Belas Orang Tewas…” atau “Belasan Orang Tewas Tertimbun Longsor”. Lambang bilangan pada awal kalimat harus ditulis degan huruf. Jika perlu, susunan kalimat diubah sehingga bilangan yang tidak dapat dinyatakan dengan satu atau dua kata tidak terdapat lagi pada awal kalimat. Misalnya, “Longsor Tewaskan 12 Orang”.

3.Media: Guru Bahasa
Menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar masih belum “membudaya” di kalangan media/wartawan. Buktinya masih banyak kesalahan penulisan di media cetak. Padahal, disadari atau tidak, media atau wartawan adalah “guru bahasa” bagi publik, bahkan lebih berpengaruh ketimbang guru bahsa di sekolah-sekolah atau kampus-kampus.
Bahasa di media menjadi rujukan (referensi) sekaligus “panutan” bagi masyarakat pembaca. Kata, istilah, dan kalimat dan tata cara penulisannya di media akan menjadi perhatian, bahkan menjadi trend-setter dalam hal penggunaan bahasa Indonesia. Penulisan kata, kalimat, ungkapan, atau istilah yang muncul di media akan dianggap benar oleh publik.
Contoh paling menonjol dalam hal akronim. Masyarakat tidak menemukan, misalnya, istilah “minah” dalam kamus bahasa Indonesia. Mereka menemukannya dalam pemberitaan media. “Minah” adalah singkatan dari “minyak tanah” demi efisiensi atau penghematan kata (economy of word). Demikan halnya “tilang” (bukti pelanggaran), “curas” (pencurian disertai kekerasan), “curanmor” (pencurin kendaraan bermotor), dan banyak lagi.
Salah satu fungsi media (pers) adalah mendidik masyarakat (to educate) masyarakat agar melakukan sesuatu, bertindak benar, mematuhi aturan, bersikap baik, dan sebagainya. “Pers adalah guru bagi masyarakat,” kata Wilbur Schramm (1973), selain sebagai pengamat (watcher) dan forum dikusi (forum). Karenanya, insan pers harus benar-benar menguasai bahasa Indonesia yang baik dan benar.
Pakar media dari Lembaga Pers Dr. Soetomo, Maskun Iskandar, menegaskan, bahasa jurnalistik, yakni bahasa pers, bahasa koran, atau bahasa media massa, hanyalah salah satu variasi bahasa. Demikian pula bahasa jurnalistik, katanya, adalah salah satu variasi bahasa yang tetap berinduk pada bahasa Indonesia. ”Tetap terikat pada sifat, adat, dan kaidah bahasa baku, baik tata bahasanya, istilah, maupun ejaan bahasa Indonesia,” katanya (kapanlagi.com). “Setidaknya ada tiga hal yang membuat bahasa pers membentuk variasi tersendiri, yaitu karena fungsi media massa, karakteristik cara kerja pers, dan keadaan media,” katanya.
“Lewat pers kita mengenal anjuran untuk menggunakan bahasa yang baik dan benar, namun pers sendiri tidak memedulikan bahasa yang baik dan benar,” kata Maskun. Pers sering menyimpang dari kaidah bahasa yang sudah ditetapkan oleh Pusat Bahasa, Departemen Pendidikan Nasional. Media massa juga sering mengekor memakai istilah yang salah kaprah.”
Para pakar dan pemerhati bahasa Indonesia merasa prihatin tentang pemakaian bahasa di media massa, seperti dikemukakan Kepala Pusat Bahasa, Dendy Sugono. Ia menyatakan, pemakaian bahasa Indonesia di media massa “memprihatinkan”. Salah satu contoh yang sering dikemukakan adalah penggunaan bahasa ”gado-gado”, yaitu pencampuradukan bahasa Indoensia dengan bahasa asing, terutama Inggris.
“Bahasa di media massa selalu menjadi bahan pergunjingan orang, hal itu mungkin karena bahasa media massa itu terbuka. Setiap saat orang membaca atau mendengarnya. Boleh jadi karena mereka menggaggap bahwa bahasa jurnalistik merupakan cermin masyarakat kita dalam berbahasa,” katanya.

4. Kaedah Pembakuan
Arwan Tuti Artha, seorang pemakalah pada Kongres Bahasa Indonesia VIII bulan Oktober 2003 di Jakarta, dalam makalahnya yang berjudul Kearifan Bahasa Lokal pada Pers Berbahasa Indonesia, mengemukakan bahwa bahasa terutama dalam pers cetak sangat besar pengaruhnya bagi masyarakat. Oleh karena itu, pers cetak harus bisa menjadi referensi penggunaan bahasa Indonesia yang benar. Artinya, pers cetak tidak bisa membebaskan diri dari aturan kebahasaan dengan kesadaran untuk meningkatkan kualitas penggunaan bahasa Indonesia (Arwan, 2003:1).
Penggunaan bahasa dalam media massa cetak, khususnya dalam wacana berita, diharapkan dapat menjalankan fungsinya untuk menyampaikan informasi kepada masyarakat pembaca dengan baik sehingga pembaca dapat menangkap setiap esensi pikiran yang disampaikan berita tersebut dengan benar. Artinya, penggunaan bahasa dalam wacana berita surat kabar mengacu pada bentuk standar atau bentuk baku, mencakup semua aspek kebahasaan berupa struktur internal (fonologi, morfologi, sintaksis dan gramatika), aspek semantik, aspek leksikon, serta didukung dengan penggunaan ejaan dan tanda baca yang tepat. Penggunaan bentuk-bentuk bahasa yang tidak standar dan tanda baca yang tidak tepat dalam wacana berita surat kabar dikhawatirkan dapat mengacaukan pemahaman terhadap pikiran yang dikomunikasikan karena dalam proses hal ini, pihak-pihak yang berkomunikasi tidak sedang bersemuka.
Dalam perkembangan ketatabahasaan bahasa Indonesia, pembakuan kaidah memang masih terbatas pada kaidah bahasa ragam tulis, sedangkan kaidah bahasa ragam lisan masih sebatas wacana “asal tidak menunjukkan kekhasan logat bahasa daerah tertentu”. Pembakuan bahasa ragam lisan belum bisa dilakukan disebabkan latar belakang etnis masyarakat bahasa Indonesia yang sangat beragam dengan logat dan dialek yang juga sangat beragam. Situasi ini menyulitkan pembakuan ragam lisan terkait standardisasi lafal dan penetapan transkripsi fonetis baku. Hal ini sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Halim (dalam Alwi dkk., 2000):
Kajian tentang pembakuan ragam lisan bahasa Indonesia hampir-hampir tak tersentuh. Seratus persen perhatian tertuju pada pembakuan bahasa Indonesia ragam tulis. Masalah yang belum banyak dibicarakan adalah mencakup soal suprasegmental yang mencakup tekanan dan lagu atau intonasi. Boleh dikatakan penelitian mengenai ciri‑ciri prosodi atau ciri suprasegmental ragam lisan bahasa Indonesia masilt merupakan lapangan yang belum tersentuh.
Sementara itu, pembakuan bahasa Indonesia ragam tulis sudah dimulai secara resmi sejak penerbitan buku Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia (TBBBI) edisi pertama untuk menyongsong Kongres Bahasa Indonesia V yang diselenggarakan di Jakarta pada 28 Oktober 1988. Pembakuan tata bahasa ini seiring dengan penerbitan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) edisi pertama yang memuat kosa kata baku. Dalam makalah berjudul Perkembangan Bahasa Indonesia dari Aspek Teori Linguistik, yang dibacakan pada Kongres Bahasa VIII di Jakarta pada 14—17 Oktober 2003, ahli bahasa Indonesia berkebangsaan Belanda, Heins Steinhauer, menyimpulkan bahwa dalam menghadapi kenyataan banyaknya varietas bahasa Indonesia yang menjadikannya sebagai kontinum yang tidak jelas batasnya, kita (peserta kongres yang mewakili seluruh elemen masyarakat Indonesia) harus berpegang pada penafsiran bahwa bahasa Indonesia (standar) merupakan bahasa yang didefinisikan tata bahasanya dalam TBBBI dan kosakatanya dalam KBBI (Steinhauer, 2003:2). Pernyataan ini menggiring kita pada konsekuensi harus mengacu kepada TBBBI dan KBBI bila kita ingin menggunakan bahasa Indonesia ragam tulis yang baku.

5. Kadang Penulisan dalam Media Massa tidak Harus Sepenuhnya Sesuai dengan Kaidah karena Beberapa Hal
Mengambil salah satu kutipan dalam buku Digital Fortres, seringkali masyarakat butuh kebenaran yang tidak seterusnya di bungkus dalam sebuah 'kebakuan'. Maksudnya, bahasa ntidak baku terkadang dibutuhkan media massa untuk menarik minat pembacanya, karena segmentasi juga sudah dipikirkan oleh yang memiliki kebijakan di media. Contohnya, segmen Koran Tempo tentu berbeda dengan segmen Majalah Bobo, yang pembacanya memang anak-anak yang masih memerlukan bimbingan.
Media massa punya ragam bahasa Jurnalistik . Akan tetapi, yang perlu kita Ingat sekarang adalah pesan Rosihan Anwar bahwa menarik minat pembaca jangan sampai mengorbankan kebenaran berbahasa. Media massa cetak harus memberikan pembelajaran bahasa kepada pembacanya.

Jumat, 29 Januari 2010

Makalah Manajemen Sekolah: “Manajemen Anggaran SMA ”

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Sekolah adalah sebuah aktifitas besar yang di dalamnya ada empat komponen yang saling berkaitan. Empat komponen yang di maksud adalah Staf Tata laksana Administrasi, Staf Teknis Pendidikan yang didalamnya meliputi Kepala Sekolah dan Guru, Komite sekolah sebagai badan independent yang membantu terlaksananya operasional pendidikan, dan siswa sebagai peserta didik yang bisa di tempatkan sebagai konsumen dengan tingkat pelayanan yang harus memadai. Hubungan keempatnya harus saling berkaitan, karena keberlangsungan operasioal sekolah terbentuknya dari hubungan keempat komponen tersebut karena kebutuhan akan pendidikan demikian tinggi. Salah satu unsur yang penting dimiliki oleh suatu sekolah agar menjadi sekolah yang dapat mencetak anak didik yang baik adalah dari segi keuangan. Manajemen pembiayaan atau anggaran sekolah sangat penting hubungannya dalam pelaksanaan kegiatan sekolah.
Ada beragam sumber dana yang dimiliki oleh suatu sekolah, baik dari pemerintah maupun pihak lain. Ketika dana masyarakat atau dana pihak ketiga lainnya mengalir masuk, harus dipersiapkan sistem pengelolaan keuangan yang professional dan jujur. Pengelolaan keuangan secara umum sebenarnya telah dilakukan dengan baik oleh semua sekolah. Hanya kadar substansi pelaksanaanya yang beragam antara sekolah yang satu dengan yang lainnya. Adanya keragaman ini bergantung kepada besar kecilnya tiap sekolah, letak sekolah dan julukan sekolah. Pada sekolah-sekolah biasa yang daya dukung masyarakatnya masih tergolong rendah, pengelolaan keuangannya pun masih sederhana. Sedangkan, pada sekolah-sekolah biasa yang daya dukung masyarakatnya besar, bahkan mungkin sangat besar, tentu saja pengelolaan keuangannya cenderung menjadi lebih rumit. Kecenderungan ini dilakukan karena sekolah harus mampu menampung berbagai kegiatan yang semakin banyak dituntut oleh masyarakatnya.
Dilatar belakangi oleh permasalahan tersebut di atas, penulis menyusun sebuah makalah yang membahas tentang pengelolaan manajemen keuangan sekolah, terutama yang dilaksanakan di SMA ______

1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang, maka yang menjadi permasalahan dan diungkapkan dalam makalah ini adalah :
a.Apakah manajemen keuangan sekolah di SMA _____ sudah berjalan dengan baik?
b.Bagaimana pengelolaan manajemen keuangan sekolah di SMA _____
c.Darimana sumber beasiswa?
d.Darimana saja pendapatan sekolah dan bagaimana pengelolaan dana tersebut?
e.Bagaimana bentuk tanggung jawab pihak pengelolaan kepada pihak yang telah memberikan dana tersebut?
f.Apakah pernah ada tim audit yang datang dan melakukan pemeriksaan terhadap laporan ataupun pengelolaan dana yang sedang berjalan?
g.Pengeluaran dana terbesar biasanya pada sektor apa?
h.Mengapa dalam hal pendanaan, sekolah sangat tertutup?

1.3 Batasan Masalah
Agar masalah yang dikemukakan terarah pada sasaran maka perlu pembatasan yaitu pengelolaan manajemen keuangan sekolah SMA _____ sudah berjalan dengan baik.

1.4 Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dalam penulisan makalah ini adalah :
•Untuk mengetahui apakah manajemen keuangan sekolah di SMA _____ sudah berjalan dengan baik?
•Untuk mengetahui bagaimana pengelolaan manajemen keuangan sekolah di SMA _____?

1.5 Metode Penulisan
Dalam penulisan makalah ini, penulis menggunakan tiga metode, yaitu :
•Wawancara, yaitu menanyakan langsung kepada narasumber tentang manajemen keuangan sekolah.
•Observasi langsung, berdasarkan pengamatan baik dari media cetak maupun elektronik.
•Kepustakaan, yaitu penggunaan bahan-bahan penulisan yang bersumber dari buku-buku referensi dan website.


BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Manajemen Keuangan
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia manajemen artinya penggunaan sumber daya secara efektif dan efisien. Manajemen keuangan adalah sumber daya yang diterima yang akan dipergunakan untuk penyelenggaraan pendidikan. Manajemen keuangan dimaksudkan sebagai
suatu manajemen terhadap fungsi-fungsi keuangan.
1.Menurut Jones (1985), manajemen keuangan meliputi:Perencanaan financial, yaitu kegiatan mengkoordinir semua sumber daya yang tersedia untuk mencapai sasaran yang diinginkan secara sistematik tanpa efek samping yang merugikan.
2.Pelaksanaan (implenmentation involves accounting), yaitu kegiatan berdasarkan rencana yang telah dibuat.
3.Evaluasi, yaitu proses penilaian terhadap pencapaian tujuan

2.2 Tugas Manajer Keuangan
Dalam pelaksanaannya, manajemen keuangan menganut asas pemisahan tugas antara fungsi Otorisator, Ordonator, dan Bendaharawan. Otorisator adalah pejabat yang diberi wewenang untuk mengambil tindakan yang mengakibatkan penerimaan dan pengeluaran anggaran. Ordonator adalah pejabat yang berwenang melakukan pengujian dan memerintahkan pembayaran atas segala tindakan yang dilakukan berdasarkan otorisasi yang telah ditetapkan. Bendaharawan adalah pejabat yang berwenang melakukan penerimaan, penyimpanan, dan pengeluaran uang serta diwajibkan membuat perhitungan dan pertanggungjawaban.
Kepala Sekolah, sebagai manajer, berfungsi sebagai Otorisator dan dilimpahi fungsi Ordonator untuk memerintahkan pembayaran. Namun, tidak dibenarkan melaksanakan fungsi Bendaharawan karena berkewajiban melakukan pengawasan ke dalam. Sedangkan Bendaharawan, di samping mempunyai fungsi-fungsi Bendaharawan, juga dilimpahi fungsi ordonator untuk menguji hak atas pembayaran.
Manajer keuangan sekolah berkewajiban untuk menentukan keuangan sekolah, cara mendapatkan dana untuk infrastruktur sekolah serta penggunaan dana tersebut untuk membiayai kebutuhan sekolah.
Tugas manajer keuangan antara lain:
1.Manajemen untuk perencanaan perkiraan
2.Manajemen memusatkan perhatian pada keputusan investasi dan pembiayaannya
3.Manajemen kerjasama dengan pihak lain
4.Penggunaan keuangan dan mencari sumber dananya
Seorang manajer keuangan harus mempunyai pikiran yang kreatif dan dinamis. Hal ini penting karena pengelolaan yang dilakukan oleh seorang manajer keuangan berhubungan dengan masalah keuangan yang sangat penting dalam penyelenggaraan kegiatan sekolah. Adapun yang harus dimiliki oleh seorang manajer keuangan yaitu strategi keuangan. Strategi tersebut antara lain:
1. Strategic Planning
Berpedoman keterkaitan antara tekanan internal dan kebutuhan ekternal yang datang dari luar. Terkandung unsur analisis kebutuhan, proyeksi, peramalan, ekonomin dan financial.
2. Strategic Management
Upaya mengelolah proses perubahan, seperti: perencanaan, strategis, struktur organisasi, kontrol, strategis dan kebutuhan primer.
3. Strategic Thinking
Sebagai kerangka dasar untuk merumuskan tujuan dan hasil secara berkesinambungan

2.3 Proses Pengelolaan Keuangan di Sekolah
Komponen keuangan sekolah merupakan komponen produksi yang menentukan terlaksananya kegiatan belajar-mengajar bersama komponenkomponen lain. Dengan kata lain, setiap kegiatan yang dilakukan sekolah memerlukan biaya.
Dalam tataran pengelolaan Vincen P Costa (2000 : 175) memperlihatkan cara mengatur lalu lintas uang yang diterima dan dibelanjakan mulai dari kegiatan perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, pengawasan sampai dengan penyampaian umpan balik. Kegiatan perencanaan menentukan untuk apa, dimana, kapan dan beberapa lama akan dilaksanakan, dan bagaimana cara melaksanakannya. Kegiatan pengorganisasian menentukan bagaimana aturan dan tata kerjanya. Kegiatan pelaksanaan menentukan siapa yang terlibat, apa yang dikerjakan, dan masing-masing bertanggung jawab dalam hal apa. Kegiatan pengawasan dan pemeriksaan mengatur kriterianya, bagaimana cara melakukannya, dan akan dilakukan oleh siapa. Kegiatan umpan balik merumuskan kesimpulan dan saran-saran untuk kesinambungan terselenggaranya Manajemen Operasional Sekolah.
Muchdarsyah Sinungan menekankan pada penyusunan rencana (planning) di dalam setiap penggunaan anggaran. Langkah pertama dalam penentuan rencana pengeluaran keuangan adalah menganalisa berbagai aspek yang berhubungan erat dengan pola perencanaan anggaran, yang didasarkan pertimbangan kondisi keuangan, line of business, keadaan para nasabah/konsumen, organisasi pengelola, dan skill para pejabat pengelola.
Proses pengelolaan keuangan di sekolah meliputi:
1. Perencanaan anggaran
2. Strategi mencari sumber dana sekolah
3. Penggunaan keuangan sekolah
4. Pengawasan dan evaluasi anggaran
5. Pertanggungjawaban
Menurut Lipham (1985), ada empat fase penyusunan anggaran antara lain:
1. Merencanakan anggaran
2. Mempersiapkan anggaran
3. Mengelola pelaksanaan anggaran
4. Menilai pelaksanaan anggaran

Anggaran mempunyai fungsi:
1. Sebagai alat penaksir
2. Sebagai alat otorisasi
3. Sebagai alat efisiensi

Pemasukan dan pengeluaran keuangan sekolah diatur dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah (RAPBS). Ada beberapa hal yang berhubungan dengan penyusunan RAPBS, antara lain:
1. Penerimaan
2. Penggunaan
3. Pertanggungjawaban


BAB III
HASIL OBSERVASI

Berdasarkan hasil penelitian yang penulis lakukan di SMA _____ penulis menyimpulkan beberapa hal yang berkaitan dengan pengelolaan manajemen keuangan sekolah.
3.1 Sumber-Sumber Keuangan Sekolah
1. Dana dari Pemerintah
Dana dari pemerintah disediakan melalui jalur Anggaran Rutin yang dialokasikan kepada semua sekolah untuk setiap tahun ajaran. Dana ini lazim disebut dana rutin. Besarnya dana yang dialokasikan biasanya ditentukan berdasarkan jumlah siswa kelas I, II dan III. Mata anggaran dan besarnya dana untuk masing-masing jenis pengeluaran sudah ditentukan Pemerintah. Pengeluaran dan pertanggungjawaban atas pemanfaatan dana rutin harus benar-benar sesuai dengan mata anggaran tersebut.
Jumlah dari setiap pemerintah berbeda-beda, bila menganalisa antara pusat, provinsi, dan kabupaten anggaran terbesar diterima dari kabupaten karena termasuk di dalamnya mencakup gaji. Sedangkan anggaran rutinnya jumlahnya tidk lebih dari seperempatnya dari anggaran yang diberikan dari pusat.

2. Dana dari Orang Tua Siswa
Pendanaan dari masyarakat ini dikenal dengan istilah iuran Komite. Besarnya sumbangan dana yang harus dibayar oleh orang tua siswa ditentukan oleh rapat Komite sekolah. Pada umumnya dana Komite terdiri atas :
a. Dana tetap bulan sebagai uang kontribusi yang harus dibayar oleh orang tua setiap bulan selama anaknya menjadi siswa di sekolah.
b. Dana incidental yang dibebankan kepada siswa baru yang biasanya hanya satu kali selama tiga tahun menjadi siswa (pembayarannya dapat diangsur).
c. Dana sukarela yang biasanya ditawarkan kepada orang tua siswa terterntu yang dermawan dan bersedia memberikan sumbangannya secara sukarela tanpa suatu ikatan apapun.
Namun kita lebih merinci lagi sesuai apa yang ada dalam RAPBS SMA _____ yaitu dari orang tua disini sumber dana dari sumbangan operasional sekolah seperti yang tertera pada butir (a) Dana tetap bulan sebagai uang kontribusi yang harus dibayar oleh orang tua setiap bulan selama anaknya menjadi siswa di sekolah. Selanjutnya dana orang tua di bagi ke dalam sumbangan lainnya yaitu sumbangan investasi dan sumbangan operasional kesiswaan.
3. Dana dari Kegiatan Wirausaha Sekolah
Ada beberapa sekolah yang mengadakan kegiatan usaha untuk mendapatkan dana. Dana ini merupakan kumpulan hasil berbagai kegiatan wirausaha sekolah yang pengelolaannya dapatj dilakukan oleh staf sekolah atau para siswa misalnya koperasi, kantin sekolah, bazar, tahunan, wartel, usaha fotokopi, dll.

3.2 Penyusunan RAPBS
Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah (RAPBS) harus berdasarkan pada rencana pengembangan sekolah dan merupakan bagian dari rencana operasional tahunan. RAPBS meliputi penganggaran untuk kegiatan pengajaran, materi kelas, pengembangan profesi guru, renovasi bangunan sekolah, pemeliharaan, buku, meja dan kursi. Penyusunan RAPBS tersebut
harus melibatkan kepala sekolah, guru, komite sekolah, staf TU dan komunitas sekolah. RAPBS perlu disusun pada setiap tahun ajaran sekolah dengan memastikan bahwa alokasi anggaran bisa memenuhi kebutuhan sekolah secara optimal.

Prinsip Penyusunan RAPBS, antara lain:
•RAPBS harus benar-benar difokuskan pada peningkatan pembelajaran murid secara jujur, bertanggung jawab, dan transparan.
•RAPBS harus ditulis dalam bahasa yang sederhana dan jelas, dan dipajang di tempat terbuka di sekolah.
•Dalam menyusun RAPBS, sekolah sebaiknya secara saksama memprioritaskan pembelanjaan dana sejalan dengan rencana pengembangan sekolah.

Proses Penyusunan RAPBS meliputi:
•Menggunakan tujuan jangka menengah dan tujuan jangka pendek yang ditetapkan dalam rencana pengembangan sekolah,
•Menghimpun, merangkum, dan mengelompokkan isu-isu dan masalah utama ke dalam berbagai bidang yang luas cakupannya,
•Menyelesaikan analisis kebutuhan,
•Memprioritaskan kebutuhan,
•Mengonsultasikan rencana aksi yang ditunjukkan/dipaparkan dalam rencana pengembangan sekolah,
•Mengidentifikasi dan memperhitungkan seluruh sumber pemasukan,
•Menggambarkan rincian (waktu, biaya, orang yang bertanggung jawab, pelaporan, dsb.), dan
•Mengawasi serta memantau kegiatan dari tahap perencanaan menuju tahap penerapan hingga evaluasi.

3.3 Pengelolaan Keuangan Sekolah yang Efektif
Pengelolaan akan dianggap efektif apabila merujuk pada Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah (RAPBS) untuk satu tahun pelajaran, para kepala sekolah bersama semua pemegang peran di sekolah pada umumnya menempuh langkah-langkah sebagai berikut :
a.Merancang suatu program sekolah yang ideal untuk mencapai tujuan yang diinginkan pada tahun pelajaran yang bersangkutan.
b.Melakukan inventarisasi semua kegiatan dan menghitung perkiraan kebutuhan dana penunjang.
c.Melakukan peninjauan ulang atas program awal berdasarkan kemungkinan tersedianya dana pendukung yang dapat dihimpun.
d.Menetapkan prioritas kegiatan yang akan dilaksanakan pada tahun pelajaran yang bersangkutan.
e.Melakukan perhitungan rinci pemanfaatan dana yang tersedia untuk masing-masing kegiatan (Depdiknas, 2000 : 178 – 179)
f.Menuangkan perhitungan-perhitungan rinci tersebut ke dalam suatu format yang telah disepakati untuk digunakan oleh setiap sekolah.
g.Pengesahan dokumen RAPBS oleh instansi yang berwenang

Dengan tersedianya dokumen tertulis mengenai RAPBS tersebut Kepala Sekolah dapat mengkomunikasikannya secara terbuka kepada semua pihak yang memerlukan. Sumber dana yang tersedia di dalam RAPBS dimanfaatkan untuk membiayai berbagai kegiatan manajemen operasional sekolah pada tahun pelajaran yang bersangkutan. Pada umumnya pengeluaran
dana yang dihimpun oleh sekolah mencakup 5 kategori pembiayaan sebagai berikut :
a. Pemeliharaan, rehabilitasi dan pengadaan sarana/prasarana pendidikan.
b. Peningkatan kegiatan dan proses belajar mengajar.
c. Peningkatan kegiatan pembinaan kesehatan
d. Dukungan biaya kegiatan sekolah dan peningkatan personil
e. Kegiatan rumah tangga sekolah dan SPP

Dana yang tersedia di dalam RAPBS dapat sekaligus mencakup kegiatan untuk pengembangan sekolah. Namun demikian dana untuk keperluan pengembangan sekolah dapat disediakan secara khusus, sebagai tambahan dari RAPBS yang telah disusun. Untuk mencapai suatu tujuan tertentu yang telah diprogramkan sekolah dalam satu tahun pelajaran, diperlukan tersedianya sejumlah dana tertentu pula. Berapa besarnya dana yang diperlukan oleh sekolah agar tujuan itu dapat dicapai telah dihitung secara cermat oleh setiap sekolah melalui penyusunan RAPBS. Apabila
jumlah dana yang diperlukan pada satu tahun pelajaran dibagi dengan jumlah semua siswa kelas I, II dan III di sekolah itu, maka akan ditemukan Satuan Harga Per Siswa (SHPS). Jumlah dana yang diperlukan oleh setiap sekolah sangat beragam. Jumlah siswa pada setiap sekolah pun berbeda-beda. Oleh karena itu SHPS pada masing-masing sekolah dengan sendirinya akan
berbeda pula. Meskipun demikian sebenarnya harus ada suatu patokan SHPS minimal agar suatu mutu pendidikan tertentu dapat dicapai secara nasional.

3.4 Pengelolaan Anggaran Sekolah
Pengelola anggaran sekolah biasanya adalah kepala sekolah, tetapi bisa juga guru berpengalaman (senior) atau anggota komite sekolah. Di sekolah-sekolah yang lebih besar, mungkin ada pihak lain yang bertanggung jawab dalam pengelolaan sebagian anggaran. Secara khusus, pengendalian anggaran terdiri dari serangkaian kegiatan pemeriksaan dan persetujuan untuk
memastikan bahwa:
• dana dibelanjakan sesuai rencana,
• ada kelonggaran dalam penganggaran untuk pembayaran pajak,
•pembelanjaan dilakukan dengan memanfaatkan sumber daya yang tersedia,
• dana tidak dihabiskan untuk kegiatan-kegiatan yang tidak disetujui atau diberikan kepada pihak penerima tanpa persetujuan.
Hasil analisis kebutuhan secara logis diklasifikasikan ke dalam kelompok staf, materi kurikulum, barang, jasa, pemeliharaan bangunan, dsb.
Pengelola anggaran sekolah diharapkan membelanjakan uang sesuai alokasi dana yang direncanakan. Setiap perubahan anggaran harus disetujui oleh komite sekolah bila memang harus ada perubahan dalam tahun berjalan.

3.5 Pertanggungjawaban Keuangan Sekolah
Kepala sekolah wajib menyampaikan laporan di bidang keuangan terutama mengenai penerimaan dan pengeluaran keuangan sekolah.
Pengevaluasian dilakukan setiap triwulan atau per semester. Dana yang digunakan akan dipertanggungjawabkan kepada sumber dana. Jika dana tersebut diperoleh dari orang tua siswa, maka dana tersebut akan dipertanggungjawabkan oleh kepala sekolah kepada orang tua siswa. Begitu pula jika dana tersebut bersumber dari pemerintah maka akan dipertanggungjawabkan kepada pemerintah.


BAB IV
PEMBAHASAN

Suatu sekolah tidak akan berjalan tanpa adanya yang mengatur tentang anggaran sekolah, anggaran sekolah bersumber dari pusat berupa APBN, dari provinsi, dari kabupaten, dan dari orang tua siswa. Penggunaan dana-dana tersebut lebih ke belanja pegawai, belanja kantor, dan pengembangan sekolah yang di dalamnya mengandung 8 aspek yaitu : standar isi, standar proses, standar kelulusan, standar pendidik, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar penilaian, dan standar pembiayaan. Sektor pengeluaran terbesar yaitu pada belanja pegawai yang mencapai lebih dari 50% pendapatan secara keseluruhan. Sumber dana beasiswa diambil dari pusat dan operasinal bulanan. Bentuk tanggung jawab dari pelaksanaan penggunaan anggaran tergantung pada sumber dana yang di dapat, dana yang di dapat dari pusat berarti harus di pertanggungjawabkan ke pemerintah pusat begitu pula dengan sumber dana yang diperoleh dari orang tua siswa berarti harus dipertanggungjawabkan ke orang tua siswa juga. Namun disini penulis tidak akan membahas secara dalam tentang pertanggungjawaban anggran karena penulis tidak memperoleh informasi tentang itu karena suatu alasan tertentu. Tim audit yang mengawasi tentang anggaran biasanya menganalisa tentang anggaran sekolah dalam jangka 3 bulan atau 6 bulan sekali namun dalam bentuk dadakan atau tidak di beritahu terlebih dahulu. Hal ini dilakukan supaya apa yang dilaporkan benar-benar nyata dengan keadaannya tanpa adanya rekayasa anggaran. Yang sering dipertanyakan disini adalah mengapa manajemen anggaran sulit atau bahkan tidak diperbolehkan untuk diketahui oleh khalayak umum sekalipun itu tentang RAPBS padahal dalam prinsip penyusunan RAPBS, RAPBS harus ditulis dalam bahasa yang sederhana dan jelas, dan dipajang di tempat terbuka di sekolah. Mengapa anggaran sekolah hanya boleh diketahui oleh kepala sekolah, bendahara sekolah, dan badan pengawas dikarenakan agar tidak terjadinya kesemrawutan atau campur tangan pihak-pihak tertentu yang bisa membuat pelaksanaan ini semakin rumit karena manajemen anggaran merupakan bagian paling rawan untuk terjadinya kesalahan. Biasanya akan terjadi banyaknya gelombang protes tentang anggaran yang kurang tepat guna.


BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Pada dasarnya setiap sekolah sudah menyelenggarakan sistem pengelolaan yang baik, tetapi sistem yang efektif kurang dilaksanakan.
Ketidak disiplinan dalam penggunaan anggaran, serta pemimpin yang boros selalu menjadi fenomena tersendiri. Untuk itu diperlukan kepemimpinan dan manajemen pengelolaan yang efektif menuju keseimbangan antara system yang ada dalam mendistribusikan sumber-sumber dana pendidikan di Indonesia.

5.2 Saran
Masalah keuangan harus dipecahkan secara bersama jika kita ingin mendapatkan peluang yang maksimal bagi semua sekolah agar dapat berkembang. Usaha dan pendanaan mandiri merupakan cara pemecahan yang sangat hakiki bagi sekolah yang benar-benar ingin berkembang.
Jika berkaitan dengan masalah keuangan, maka sebaiknya digunakan sistem manajemen terbuka. Dengan manajemen terbuka, maka semua keadaan sekolah baik atau buruk bisa diketahui oleh siapa saja.


DAFTAR PUSTAKA

http ://google.com
Vincent P Costa, 2000. Panduan Pelatihan untuk Mengembangkan Sekolah. Jakarta: Depdiknas.
Sutomo dkk, 2007. Manajemen Sekolah. Semarang : Unnes Press

Senin, 18 Januari 2010

“Analisis Novel Raumanen karya Marianne Katoppo”

Menurut apresiator, novel yang sangat fenomenal ini menonjol pada amanat yang terkandung di dalam cerita yang secara cantik disajikan oleh Marianne Katoppo. Novel yang pertama kali diterbitkan pada tahun 1977 ini mengandung banyak amanat yang dapat kita ambil ynag sesuai dengan kehidupan kita sebagai seorang pelaar atau mahasiswa. Tema yng diangkat pada novel yang menjadi pemenang Sayembara Menulis Dewan Kesenian Jakarta 1975, Hadiah Yayasan Buku Utama 1978, dan Sea White Award 1982 ini memberikan amanat yang asih berlaku samapai saat ini. Walaupun novel ini telah diterbitkan 32 tahun yng lalu.
Amanat yang terkandung dalam novel Raumanen
A. Hubungannya dengan diri sendiri.
1. Hendaknya para pelajar jangan melakukan pergaulan bebas karena dapat mengakibatkan masa depan menjadi hancur.
 Manen yang merupakan sorang mahasiswa yang berpendidikan tidak layak melakukan pergaulan bebas dengan Monang. Hubungan seksual di bungalow di Cibogo, di daerah Puncak yang telah membuat Manen hamil itu mengakibatkan kehidupan Manen dan Monang hancur.
2. Berani berbuat maka harus berani bertanggung jawab.
 Perbuatan Monang dan Manen menunjukkan perbuatan sepasang mahasiswa yang pengecut. Mereka tidak bertanggung jawab atas perbuatan yang telah mereka lakukn. Ini sangat tidak patut ditiru oleh pembaca novel Raumanen khususnya remaja masa kini. Keduanya berani berbut asusil dalam berpacran sampai Manen hamil di luar nikah. Namun, Monang tidak mau bertanggung jawab atas perbuatannya. Ia tdak menikahi Manen. I justru meninggalkan Mane seorang diri dengan semu msalah yng ditimbulkan dari perbuatan mereka berdua.
3. Kita harus jujur dan terbuka agar terhindar dari masalah.
 Masalah-masalah yang dihdapi Manen da Monang tidak dapat diselesaikn denagn baik kerena ereka berdua tidak jujur dan terbuka. Monang seharusnya terbuka dan jujur tentang keadaannya terhadap keluarganya. Ia juga sehrusny jujur kepada Manen bahwa ia telah dijodohkan oleh orang tuanya. Begitu pula dengan Manen. Ia menutup-nutupi kehamilnya da tudak jujur kepada orang tuannya. Ini mengakibatkan ia mnanggung beban masalah seorang diri yang mengakibatkan ia tidak kuat dan bunuh diri.

B. Hubungannya dengan masyarakat sosial dan budaya.
1. Janganlah melanggar etika yang ada dalam masyarakat.
 Novel ini sangat edukatif karena member kita teldanbahwa pergailan bebas yang dilakukan Monang dan Manen melanggr dt ketimuran. Hal itu tidak lazim dan tidak patut dilakukan oleh pasangan yang belum resmi menikah. Maka wajar bila Manen menjadi takut dan malu tehadap masyarkat orang-oarang di sekitarnya yang sangat menjunjung etika, adat, dan budaya timur.
2. Adat dan budaya di daerah kita harus kita jujung.
 Keputusan Monang untuk menikah dengan gadis pilihan orang tuanya merupakan hal yang jarang dilakukn pada jaman sekarang ini. Ini membuktikan bahwa Monang menjunjung adat dan budaya kawin paksa yang telah menjadi kebiasaan di daerhnya.
3. Kita harus menjunjung semboyan Bhineka Tunggal Ika.
 Perbedaan suku antara Monang dan Manen menjadi rintangan yang sulit ditembus. Di tahun 60-an persamaan suku dalam memilih pasangan hidup masih merupakan syarat yang mutlak. Begitupun dengan orang tua Monang Waktu itu memang Republik masih muda, mungkin saja semboyan "Bhineka Tunggal Ika" belum meresap ke hati warganya. Bagi Manen yang telah memiliki wawasan yang luas hal ini memberikan kesimpulan dalam dirinya bahwa, hampir 20 tahun sesudah revolusi, sesudah dua windu lebih penduduk Nusantara berpengalaman hidup sebagai "orang indonesia", ternyata beban prasangka serta wasangka terhadap suku lain masih belum dapat dilepaskan dengan begitu mudah. "Orang Mana?" dan "Anak Siapa?" masih tetap jadi nada-nada pertama suatu perkenalan baru.
C. Hubungannya dengan Tuhan dan agama
1. Janganlah melanggar hal menjadi larangan Tuhan dan agama.
 Pebuatan Monang dan Manen sebagai sepasang kekasih yang melakukan pergaulan bebas jelas-jelas bertentangan dengan semua agama yang ada. Pebuatan tersebut menunjukkan bahwa Monang dan Manentidak melakukan apa yang menjadi perintah agama dam menghindari laraga Tuhan. Ini membktijkan bahwa segi religiusitas Monang dan manen sebagai mahasiswa sangat tipis. Sebagai kaum intelektual seharusnya erek dapat menjdi teladan bagi pembaca dengn dapat membedakan mana perbuatan yang baik dan mana perbuatan yang buruk.Perbuatan Manen yang nekat bunuh diri menunjukkan bahwa ia idak memiliki agama yang kuat. Ia tidak memiliki pegangan hidup sehingga mudah putus asa.
2. Bunuh diri merupakan perbuatan dosa.
 Remaja yang kuat imannya dan memegang teguh agamanya tidak akan melakukn perbuatan nekat dengan bunuh diri seperti yang dilakukan oleh manen. Apalagi Manen secara tidak langsung mebunuh darah daging yang ada di dalam kandungannya. Menurut agama, hidup dan mati itu menjadi kuasa Allah semata. Novel Raumanen menceritakan arwah/jiwa yang tidak diterima Tuhan setelah bunuh diri. Secara panjang lebar diceritakan arwah Manen masih mengembara dan bergentayangan di dunia. Arwahnya masih dapat menyaksikan kehidupan orang-orang yang dicintainya. Hal ini tentunya dapat menjadi pelajaran yang berharga bagi semua orang yang ingin mencoba melakukan bunuh diri.

Dari penjabaran amanat di atas, dapat diketahui bahwa novel yang hanya setebal 131 halaman ini telah memberikan amanat lebih daripada yang kita harapkan dari jenisnya. Dikerjakan dengan ketrampilan teknis bercerita dan perasaan halus seorang wanita yang membuat novel ini sebuah saksi penting kondisi sosial waktu itu.

Kamis, 24 Desember 2009

”Membangun Habitus Baru Khususnya dalam Bidang Sosio-Ekonomi”

”Membangun Habitus Baru
Khususnya dalam Bidang Sosio-Ekonomi”

Saat ini muncul banyak permasalahan yang makin rumit seperti tekanan ekonomi, kekerasan dan pelanggaran hukum sampai perusakan lingkungan semakin meningkat. Oleh karena itu kita sebagai umat Katolik merasa peranan gereja sangat diharapkan membantu menyelesaikan permasalahan yang semakin komplek itu. Kita harus berperanserta dalam memperjuangkan kehidupan dan tata kehidupan sosial, ekonomi, politik, dan budaya yang lebih manusiawi.
Tata kehidupan yang lebih manusiawi akan terwujud kalau ada konsep hidup yang jelas dan peningkatan kualitas manusia. Oleh karena itu, tekad untuk mengimplementasikan habitus baru, yang merujuk pada keputusan Sidang Agung Gereja Katolik Indonesia (SAGKI) 2005 sangat diperlukan.

Habitus baru yang digambarkan oleh SAGKI 2005 adalah sebuah gugusan “insting” berdasarkan kebaikan, cinta, dan keadilan yang digunakan oleh individu-individu dan kelompok-kelompok dalam membentuk berbagai cara untuk bertindak, melakukan pendekatan, melihat, merasakan, berpikir, memahami, dan berelasi dengan sesama.

Definisi Habitus Baru
Habitus dalam arti tertentu memang bisa diterjemahkan dalam bahasa Indonesia sebagai ‘kebiasaan’, setelah habitus diadopsi dalam bahasa Inggris menjadi habit. Hanya saja, dalam konteks Nota Pastoral Sidang KWI, November 2004, (“Keadaban Publik: Menuju Habitus Baru Bangsa, Keadilan Sosial Bagi Semua: Pendekatan Sosio-Budaya”), habitus dimaknai sebagai “gugus insting, baik individual maupun kolektif, yang membentuk cara merasa, cara berpikir, cara melihat, cara memahami, cara mendekati, cara bertindak dan cara berelasi seseorang atau kelompok” (NP butir 10).
Selanjutnya, dalam catatan kaki no.1 Nota Pastoral itu, dengan mengacu pada pendekatan psikologi menurut Dr. Hubertus Kasan Hidayat, DSJ dalam bukunya Gangguan Kepribadian dan Perilaku Masa Dewasa, Catatan Kuliah Ilmu Kedokteran Jiwa (Jakarta 1996, hal.1) diterangkan lebih lanjut bahwa “Kadang-kadang kata ini diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia menjadi watak. Sementara itu kata watak juga menterjemahkan kata karakter yang berarti keseluruhan keadaan dan cara bertindak terhadap suatu rangsangan. Watak terus berkembang dalam masa kehidupan seseorang. Watak berkaitan erat dengan fungsi saraf pusat. Watak juga dipengaruhi oleh faktor eksogen, seperti lingkungan, pengalaman dan pendidikan”.
Baik dipahami juga bahwa yang dimaksud ‘insting’ bukanlah insting dalam arti naluri yang sudah tertanam dalam diri manusia dan tak bisa diubah. Insting yang dimaksud disini adalah kemampuan bereaksi yang kurang-lebih spontan dari manusia, terhadap suatu masalah, yang akan menjelma dalam seluruh sikap dan tindakannya. Sikap dan tindakan (yang diharapkan menjadi ‘kebiasaan’) ini dikatakan sebagai “cara merasa, cara berpikir, cara melihat, cara memahami, cara mendekati, cara bertindak dan cara berelasi seseorang atau kelompok”. Karena bukan sesuatu yang tetap, gugus insting ini bisa diubah dan dibentuk melalui suatu proses yang relatif panjang.
Kata ‘gugus’ menunjukkan adanya kesatuan dari beberapa elemen pembentuknya, yang diandaikan saling terkait dengan erat dan saling dukung, serta ada konsistensi di dalamnya. Elemen-elemen itu antara lain “sikap dasar terhadap Tuhan, terhadap diri, terhadap manusia, terhadap masyarakat, terhadap pemerintah, terhadap dunia bisnis, terhadap perempuan, terhadap alam/lingkungan hidup, dan sebagainya. Masing-masing elemen sikap itu ada dalam diri manusia, baik sebagai pribadi maupun sebagai kelompok, dan akan menjadi habitus bila saling terkait dan tidak saling kontradiktif atau saling meniadakan, lalu mendasari cara bereaksi terhadap masalah yang dihadapi, baik secara emotif (rasa perasaan) maupun secara kognitif (pemahaman) dan motoris (tindakan).
Habitus ini punya kaitan timbal-balik dengan keadaban publik. Pertama-tama, perhatian terhadap keadaban publik menjadi salah satu elemen dasar habitus yang mau dibentuk. Maka, kalau dikatakan bahwa “keadaban publik harus menjadi habitus baru bangsa ini”, hal itu berarti bahwa keadaban publik, yang selama ini ditengarai kurang menjadi perhatian bersama, secara sadar perlu dimasukkan dalam habitus baru. Dengan kata lain, dalam habitus lama keadaban publik dilupakan (misalnya karena masing-masing poros hanya memperhatikan dirinya sendiri), maka dalam habitus baru keadaban publik dijadikan inti dan sekaligus cakrawala habitus baru. Di situ pun menjadi jelas bahwa upaya untuk mewujudkan keadaban publik baru itu pun pada gilirannya akan makin membentuk habitus itu.
Keadaban publik sering diartikan sebagai keseimbangan relasi antara ketiga poros dalam kehidupan masyarakat: poros masyarakat warga, poros pasar dan poros badan publik. Ketiga poros ini masing-masing mempunyai cara pikirnya, juga kepentingannya sendiri, tetapi tidak berarti tidak bisa dipertemukan. Dari sini cukup jelas bahwa yang perlu dimasukkan sebagai elemen dasar habitus baru adalah kepentingan bersama atau kebersamaan hidup sebagai masyarakat itu, bukan sekedar kepentingan sesama yang bersifat individual.
Kata habitus ini mempunyai unsur paradigma. Artinya, pengertian tentang makna paradigma tercakup juga dalam kata habitus. Bedanya, jika paradigma lebih bermakna kognitif, habitus lebih dalam dari sekedar pemahaman. Habitus mencakup kedalaman sikap hidup. Dalam hal inilah, ajaran iman kristiani bisa membentuk habitus yang baru dalam masyarakat, dimulai dari para penganutnya. Ajaran kristiani menyediakan beberapa ‘nilai’ yang bisa dijadikan elemen habitus baru itu.
Sebagai contoh, sumber nilai kristiani yang bisa dijadikan elemen habitus baru adalah Sabda Bahagia dan Khotbah di Bukit (Mat.5-7). Dikatakan disitu, dimana ada nafsu untuk memiliki dan ketakutan untuk memberi serta berkorban, Yesus menyerukan semangat kemiskinan di hadapan Allah. Dimana ada kecenderungan untuk menggunakan kekerasan dan kekuatan apabila hak-hak dilanggar. Yesus menawarkan kelembutan dalam perjuangan dan pengharapan pada Allah yang memperhatikan jeritan penderitaan orang-orang lemah. Dimana ada ketakutan menghadapi kekuasaan yang sewenang-wenang, Yesus menjamin kebahagiaan bagi orang-orang yang tidak takut dicela dan dianiaya dalam memperjuangkan kebenaran. (bdk. Mat 5:3-5, 10-12). Dimana agama dilaksanakan secara lahiriah dan setengah-setengah, Yesus menantang kita untuk mengembangkan komitmen iman yang radikal (bdk. Mat 5:17-48).
Ada banyak contoh lain. Misalnya, ketika masyarakat lebih berpihak pada yang kuat dan yang menang, ajaran kristiani menganjurkan untuk mulai dari yang kecil-lemah dan tersingkir. Ketika masyarakat banyak mengiring warganya menyembah uang, ajaran kristiani mewartakan Allah yang solider dan Maharahim, yang tidak memakai uang sebagai alat ukur dan mengingatkan adanya dimensi sosial pada harta/uang. Pun, ketika masyarakat membiarkan prinsip tujuan menghalalkan cara supaya tujuan dicapai dengan gampang dan cepat, ajaran kristiani mendorong untuk mulai dari yang kecil, dari diri sendiri, dalam budaya damai, dialog, kerjasama, musyawarah dan saling hormat, yang notabene memerlukan proses yang panjang tidak gampang.
Nilai-nilai kristiani kiranya perlu ‘di-dialog-kan’ dengan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat dengan ketiga porosnya. Perlu diingat bahwa pada dasarnya setiap poros mempunyai cara berpikirnya (dan juga kepentingannya) sendiri, yang belum tentu sesuai dengan nilai kristiani meski mungkin tidak berarti bertentangan sama sekali. Dialog nilai inilah yang diharapkan menjadi nilai yang mendasari keadaban publik baru dan pada gilirannya diupayakan menjadi habitus yang baru.
Dari situ tampak jelas bahwa yang tidak kalah penting dicatat adalah pentingnya syarat pertobatan: dari habitus lama untuk membentuk habitus baru. Bertobat berarti mengubah sikap dan hati, menentukan arah dasar hidup serta menata ujung mentalitas. Proses pertobatan membawa orang dari jalan yang salah ke jalan yang benar. Dengan pengertian seperti ini Gereja dapat membawa reformasi rohani yang amat diperlukan untuk berhasilnya reformasi nilai dan selanjutnya reformasi politik. Dalam situasi ideal, Gereja dapat memelopori reformasi rohani sedangkan budaya mendorong reformasi nilai. Sementara itu warga negara membangun reformasi politik.
Itu memang bukan perkara gampang, tetapi hal tersebut telah menjadi perintah Tuhan agar kita membangun kerajaanNya di dunia, yaitu “kerajaan yang berpedoman kebenaran dan kehidupan, kerajaan yang memancarkan kesucian dan rahmat, kerajaan yang berlimpahan keadilan, cinta kasih dan damai” (Prefasi Hari Raya Kristus Raja Semesta Alam; bdk. Konsili Vatikan II, Konstitusi Patoral Tentang Gereja Di Dunia Dewasa Ini, no.39). Tantangan memang besar, dan bisa membuat gamang, tetapi kita melandaskan harapan dan perjuangan kita pada keyakinan iman yang teguh bahwa “Ia yang memulai perkerjaan yang baik di antara kita, akan meneruskannya sampai pada akhirnya pada hari Kristus Yesus” (Flp.1:6).

Habitus Baru: Ekonomi Yang Berkeadilan
Salah satu masalah yang paling kompleks di negara kita Indonesia adalah masalah sosio-ekonomi. Iman telah mendorong kita, sebagai umat gereja , untuk ikut aktif mengupayakan tata ekonomi yang adil dan yang sangat menentukan terwujudnya masyarakat yang manusiawi dan bermartabat. Oleh karena itu kita membutuhkan suatu habitus baru agar kita bisa bangkit dari keterpurukan. Kita diharapkan dapat bekerjasama dengan semua orang yang berkehendak baik melangkah bersama menjadi pelopor dan penggerak berbagai usaha ekonomi berkeadilan yang menyejahterakan lingkungan sekitar kita.

Istilah 'ekonomi', yang berasal dari bahasa Yunani oikos dan nomos, pada hakikatnya berarti 'tata pengelolaan rumahtangga'. Tata-kelola itu diperlukan agar kesejahteraan setiap rumahtangga tercapai. Sebagai tata-kelola, istilah 'ekonomi' menunjuk pada proses atau usaha pengadaan barang dan jasa untuk kebutuhan hidup. Karena sumberdaya selalu terbatas, padahal kebutuhan hidup sangat banyak, istilah 'ekonomi' menyangkut seni-memilih secara bijak antara banyaknya kebutuhan di satu pihak dan terbatasnya sumberdaya atau sarana di lain pihak. Tujuan 'ekonomi' adalah kesejahteraan bersama. Dalam perkembangannya, tatkala lingkup 'rumahtangga' diperluas menjadi 'negara-bangsa', ekonomi kemudian juga berarti seni-mengelola sumberdaya yang dimiliki negara-bangsa untuk tujuan kesejahteraan bersama.

Indonesia adalah "rumahtangga" kita. Kita sebagai bangsa menghuni wilayah yang sangat luas, dengan keadaan geografis yang strategis dan kekayaan alam yang berlimpah-ruah. Tetapi sangat ironis, negeri kita yang kaya-raya akan sumberdaya alam ini masih memiliki banyak penduduk yang hidup dalam kemiskinan. Ironi itu tidak hanya menunjukkan bahwa kesejahteraan bersama masih jauh dari kenyataan, tetapi juga bahwa 'ekonomi' sebagai seni-mengelola kesejahteraan bersama masih sangat jauh dari yang diharapkan. Masalah ini menjadi tantangan besar bagi kita.
Nota Pastoral 2006 mengajak seluruh umat untuk mencermati gejala kesenjangan itu dalam rangka mencari jalan bagaimana kegiatan ekonomi dapat membantu mewujudkan kesejahteraan bersama bagi seluruh bangsa Indonesia.
Sebagaimana yang ditempuh dalam perumusan dua Nota Pastoral sebelumnya, dan dalam Sidang Agung Gereja Katolik Indonesia (SAGKI) 2005, langkah-langkah yang melahirkan Nota Pastoral ini berlangsung melalui pola refleksi Lingkaran Pastoral.
Pertama, melihat kondisi Indonesia. Dari kondisi Indonesia itu dirumuskan secara khusus 'Masalah Sosio-Ekonomi'. Kedua, 'Masalah Sosio-Ekonomi' itu kemudian dipahami serta diartikan dalam terang iman, dan dari situ kami menentukan 'Tanggapan Pastoral'. Ketiga, 'Tanggapan Pastoral' tersebut dicermati kembali guna menentukan arah 'Gerakan Sosio-Ekonomi'. Keempat, berdasarkan arah 'Gerakan Sosio-Ekonomi' itu lalu ditentukan rancangan gerakan yang hendak diupayakan untuk memperbaiki keadaan hidup bersama di Indonesia melalui usaha sosio-ekonomi.

Beberapa Sebab Pokok Masalah
Potret buram kondisi sosial-ekonomi yang ditandai oleh kesenjangan sangat tajam di Indonesia disebabkan oleh banyak faktor. Dalam keterkaitan satu sama lain, beberapa di antaranya adalah sebagai berikut:
1.Komersialisasi yang semakin meluas. Untuk mendapatkan barang dan jasa kebutuhan hidup, manusia menciptakan cara efektif pertukaran atau perdagangan, yang kemudian memunculkan 'mekanisme pasar'. Mekanisme pasar diterapkan dalam pengadaan berbagai barang dan jasa, tetapi tidak semua. Banyak kebutuhan dasar yang menyangkut kelangsungan hidup bersama, seperti kesehatan dan pendidikan, tetap dijaga sebagai milik bersama. Yang menggelisahkan adalah bahwa dewasa ini tengah berlangsung kecenderungan kuat untuk menerapkan mekanisme pasar itu ke semua bidang kehidupan. Kita sadar bahwa banyak faktor pro dan contra terlibat dalam kecenderungan ini. Namun kita juga sadar, penerapan prinsip pasar ke semua bidang kehidupan cenderung menyingkirkan begitu banyak orang. Dalam mekanisme pasar, berlaku prinsip berikut ini: hak seseorang atas barang/jasa kebutuhan hidup ditentukan oleh daya-beli. Karena itu, semakin seseorang mempunyai uang, semakin ia dianggap lebih "berhak" atas barang/jasa tersebut. Sebaliknya, semakin seseorang tidak mempunyai uang, semakin ia dianggap "tidak berhak" bahkan atas kebutuhan hidup yang paling mendasar, seperti makanan dan kesehatan. Mekanisme pasar mempunyai kekuatan dalam bidangnya sendiri. Namun kekuatan mekanisme pasar itu dengan mudah justru hilang ketika diterapkan secara membabi-buta ke semua bidang kehidupan. Akibatnya, mekanisme pasar tak lagi membantu pencapaian kesejahteraan bersama, dan bahkan memperkecil kemungkinan terjadinya kesejahteraan bersama. Atau, seandainya pun terjadi, kesejahteraan hanyalah hasil "tetesan ke bawah" dari segelintir orang yang kaya dan memiliki daya-beli tinggi. Pada akhirnya 'ekonomi' tidak lagi terkait dengan cita-cita kesejahteraan bersama, dan kelompok-kelompok miskin serta lemah menjadi kaum yang paling berat menanggung dampak negatifnya.
2.Masalah Kebijakan Publik. Kita harus sadar bahwa kecenderungan merupakan gejala luas pada skala global. Dalam kecenderungan itu, dinamika tata hidup bersama semakin tidak lagi mengejar kesejahteraan bersama sebagai cita-cita utama. Adalah tugas pemerintah untuk menjaga dan memastikan bahwa kesejahteraan bersama tetap menjadi tujuan utama hidup berbangsa yang diupayakan dengan sadar dan sengaja. 'Kebijakan publik' adalah perangkat utama pemerintah untuk mengejar tujuan itu. Tanpa pemenuhan tugas itu, setiap pemerintah demokratis mengingkari hakikatnya. Terjadinya potret buram kondisi sosio-ekonomi seperti di atas bukannya tidak terkait dengan corak kebijakan publik yang menggejala di Indonesia dewasa ini, terutama karena proses komersialisasi juga telah melanda pembuatan dan pelaksanaan berbagai kebijakan publik. Akibatnya, mereka yang memiliki daya-beli tinggi dapat lebih menentukan arah kebijakan publik, sedangkan mereka yang miskin tidak mempunyai suara apapun atas arah kebijakan publik. Dengan itu kebijakan publik lalu kehilangan makna sesungguhnya. Yang menggelisahkan kita adalah semakin kuatnya kecenderungan kolusi antara mereka yang memiliki sumberdaya ekonomi besar dan pembuat kebijakan publik. Kaum miskinlah yang menanggung dampaknya, dengan akibat kesejahteraan bersama semakin jauh dari kenyataan.
3.Ciri Mendua Globalisasi. Kondisi sosio-ekonomi seperti sekarang ini berlangsung dalam periode sejarah yang sering disebut 'era globalisasi'. Globalisasi memunculkan harapan baru, tetapi sekaligus melahirkan hambatan baru bagi pencapaian kesejahteraan bersama; menghadirkan banyak kemudahan, tetapi juga menimbulkan berbagai kesulitan. Terutama kami melihat bahwa akses pada kemudahan-kemudahan yang muncul dalam proses globalisasi untuk sebagian besar ditentukan oleh tingkat daya-beli. Akibatnya, dengan mudah kaum miskin menjadi kelompok yang paling rentan, sebab kaum miskin adalah mereka yang mempunyai daya-beli rendah. Selain itu, gejala seperti kemudahan pemutusan hubungan kerja (PHK) kaum buruh yang kian luas juga sangat terkait dengan kebebasan keluar-masuk para investor yang semakin tidak terbatas. Kita perlu ramah kepada para investor. Namun kebijakan ekonomi yang terutama bertumpu pada aliran modal para investor asing mengandung risiko besar, yaitu hidup-matinya kebanyakan warga biasa semakin tergantung pada kemauan pihak lain, dan bukan pada potensi ekonomi kebanyakan warga biasa sendiri.
4.Kesenjangan Budaya. Kita mengalami kesenjangan budaya apabila menghayati suatu kebiasaan hidup dan pola berpikir serta bertindak yang tidak lagi sesuai dengan apa yang dibutuhkan. Kesenjangan itu tampak terutama dalam orientasi waktu dan orientasi dalam relasi dengan orang lain. Berkaitan dengan orientasi waktu, misalnya, ada kebiasaan hidup dan pola berpikir yang terarah pada kepentingan jangka pendek, dan ada yang berorientasi pada kepentingan jangka panjang. Yang dibutuhkan untuk menumbuhkan ekonomi yang berkeadilan adalah pola hidup yang terarah pada kepentingan jangka panjang dan demi kesejahteraan bersama. Sikap-sikap seperti terungkap dalam kebiasaan menghamburkan sumberdaya ekonomi untuk keperluan pesta mewah, judi, minum sampai mabuk, korupsi waktu, uang dan jabatan, serta kemalasan dalam berusaha dan lain sebagainya adalah gejala-gejala kesenjangan budaya yang sangat memprihatinkan.

Persoalan-persoalan yang terjadi di Indonesia mengisyaratkan bahwa meluasnya gejala kemiskinan di Negara kita ini terkait erat dengan proses yang membuat kaum miskin terjebak dalam jerat pemiskinan. Jerat pemiskinan itu dilanggengkan oleh sejenis cara berpikir dan cara memandang tertentu yang dominan dalam kegiatan ekonomi dewasa ini.

Dalam cara berpikir ini, kesejahteraan bersama semakin tidak lagi menjadi penuntun kegiatan ekonomi. Atau, kesejahteraan bersama semakin tidak lagi dilihat sebagai tujuan yang dikejar secara sadar dan disengaja, tetapi hanya dianggap sebagai hasil sampingan dari pengejaran kepentingan diri masing-masing orang. Cara berpikir seperti itu cenderung menyingkirkan kaum miskin, karena kesejahteraan mereka lalu juga diperlakukan hanya sebagai hasil sampingan dan belas-kasihan segelintir orang yang berlimpah sumberdaya. Dengan itu ekonomi juga kehilangan artinya sebagai seni mengelola kesejahteraan bersama.

Kita harus sadar bahwa kegiatan ekonomi terutama digerakkan oleh prinsip transaksi yang berlangsung dalam pertukaran atau perdagangan antara pihak-pihak yang sedang memenuhi kebutuhan diri. Dinamika ekonomi itu berjalan karena digerakkan oleh pertimbangan kepentingan diri. Setiap orang harus mencukupi kebutuhan diri. Akan tetapi, cara berpikir dan cara bertindak ekonomi yang meniadakan solidaritas dan kepedulian pada mereka yang lemah juga kehilangan artinya sebagai seni mengelola rumahtangga negara-bangsa. Cara berpikir dan cara bertindak ekonomi yang menyingkirkan pertimbangan kesejahteraan bersama seperti itu hanya menjadi alat yang dipakai oleh mereka yang kuat untuk menguasai yang lemah. Oleh karena itu, kami memandang perlunya kita kembali ke asas 'kesejahteraan bersama' (bonum publicum) sebagai penuntun utama cara berpikir dan cara bertindak ekonomi. Dalam tatanegara, pemerintah adalah badan public yang harus menjaga serta memastikan bahwa 'kesejahteraan bersama' dikejar secara sengaja melalui berbagai kebijakan publik. Namun, supaya kewajiban pemerintah itu tidak memunculkan kecenderungan otoritarianisme, secara serentak para pemilik modal, pelaku kegiatan ekonomi lain dan komunitas-komunitas warga juga harus mengejarnya.

Kesejahteraan bersama merupakan salah satu asas terpenting dalam cara berpikir dan cara bertindak Gereja. Gereja berkehendak setia dan mengusahakan pelaksanaan asas itu secara sadar dan sengaja, karena Gereja yakin bahwa kesejahteraan bersama tidak dapat diserahkan kepada proses otomatis kinerja mekanisme pasar. Proses otomatis itu tidak pernah terjadi. Dalam usaha itu, Gereja memandang bahwa kehidupan ekonomi yang tergantung pada kehendak para pengusaha berskala besar dan inisiatif pemerintah bukanlah arah yang bijaksana untuk mencapai kesejahteraan bersama. Komunitas-komunitas warga, khususnya kelompok miskin, perlu bangkit untuk mengusahakan kesejahteraan mereka sendiri. Dukungan dari para pelaku usaha berskala besar dan dari pemerintah tentu diperlukan. Akan tetapi, dengan atau tanpa dukungan itu, kaum miskin dan lemah harus bangkit memberdayakan diri. Untuk itu Gereja menganggap dua arah gerakan berikut ini sebagai penuntun langkah ke depan:
1.Pertama, usaha pemberdayaan potensi dan energi kaum miskin dan lemah dengan melibatkan kaum cerdik-cendekia untuk mencari tata-kelola kehidupan ekonomi yang benar-benar mewujudkan kesejahteraan bersama.
2.Kedua, desakan kritis kepada pemerintah dan para pelaku ekonomi berskala
besar untuk terlibat lebih aktif dalam mewujudkan kesejahteraan bersama, dengan perhatian khusus kepada mereka yang miskin dan lemah, tanpa membuat kaum miskin dan lemah itu justru semakin tergantung.

Perlu ditegaskan bahwa arah gerakan kita didorong oleh sikap keprihatinan serta cinta-kasih, dan bukan oleh kebencian. Kita perlu menjalin kerjasama dengan semua orang yang berkehendak baik dan yang menunjukkan komitmen pada kesejahteraan bersama. Sikap kritis apapun yang kita ajukan lebih merupakan undangan ke arah keterlibatan sejati dalam memajukan kesejahteraan bersama.

Sikap kritis terhadap mekanisme pasar, misalnya, bukanlah penolakan terhadap kekuatan kinerja pasar dalam kegiatan ekonomi, tetapi merupakan upaya koreksi atas kinerja mekanisme pasar yang cenderung menyingkirkan mereka yang miskin dan berdaya-beli rendah. Begitu pula sikap kritis kita terhadap kinerja usaha-usaha berskala besar merupakan undangan agar kinerja ekonomi berskala besar itu lebih terkait secara langsung dengan jerih-payah kaum miskin.

Selain sikap kritis itu, upaya aktif kita harus diarahkan terutama pada pemberdayaan potensi dan energi sosio-ekonomi kaum miskin dan lemah itu sendiri. Usaha-usaha ekonomi kecil dan mikro yang berbasis kerakyatan, seperti keuangan mikro dan usaha koperasi yang sudah mulai dikembangkan di berbagai daerah, perlu diperluas dan didukung sepenuhnya. Usaha seperti keuangan mikro dan koperasi kredit ini perlu ditempuh terutama untuk membantu kaum miskin keluar dari jerat ketergantungan pada usaha-usaha berskala besar, baik dalam hal pengadaan modal maupun pemenuhan kebutuhan barang dan jasa. Tentu saja dalam rangka gerakan ini juga dibutuhkan gerakan lain untuk mendesak agar berbagai kebijakan publik di bidang ekonomi semakin menempatkan kaum miskin dan lemah sebagai pelaku utama kehidupan ekonomi di negerinya sendiri.

Kita semua berkehendak untuk terlibat melakukan perubahan atas proses yang telah menyebabkan gejala ketimpangan ekonomi. Dalam upaya itu, asas kesejahteraan bersama perlu digunakan sebagai pendekatan. Artinya, asas 'kesejahteraan bersama' dipakai sebagai prinsip menyusun agenda, memantau pelaksanaan, dan sebagai tolok-ukur untuk menilai sejauh mana agenda disebut 'sukses' atau 'gagal'. Penggunaan secara terus-menerus asas 'kesejahteraan bersama' sebagai prinsip penyusunan, pelaksanaan dan evaluasi ini diharapkan berkembang menjadi cara berpikir dan cara bertindak baru - ringkasnya, sebagai habitus baru. Kesejahteraan bersama membutuhkan habitus baru itu. Kami berharap, agar seluruh warga masyarakat pada akhirnya menyadari bahwa tata ekonomi yang baik berisi kegiatan ekonomi yang "tertanam dalam-dalam" di dalam arus kehidupan bersama dan cita-cita kesejahteraan bersama.

Melihat Realitas dalam Terang Iman

Pola berekonomi yang mengakibatkan ketidakadilan dalam masyarakat dan ketidakseimbangan dalam tata alam menunjukkan bahwa kita sungguh telah jauh dari tujuan penciptaan. Kisah penciptaan menuturkan bahwa Roh Allah melayang-layang di atas bumi dan memberi bentuk bagi bumi yang masih kacau, kosong, dan tidak teratur. Dengan demikian, dunia bukanlah sebuah suasana ketakteraturan. Kitab Suci mengingatkan kita akan kondisi awal yang dikehendaki Pencipta, yakni menghormati keluhuran martabat manusia dalam semangat kekeluargaan, seraya terus menjaga keseimbangan hidup seluruh ciptaan.

Keseimbangan ini perlu dijaga dan dirawat oleh manusia. Sebagaimana manusia pertama ditempatkan dalam taman di Eden, kita pun dianugerahi rahmat untuk hidup bersama di tanah-air kita yang kaya dan indah, agar kita "mengusahakan dan merawat taman" ini. Dengan itu kita dapat mengolah alam untuk memenuhi kebutuhan hidup kita. Kita juga diberi tanggungjawab serta kesanggupan untuk memperlakukan manusia sesuai martabatnya, dan merawat serta menjaga seluruh alam dalam keseimbangan. Berekonomi secara adil merupakan wujud partisipasi kita dalam karya penciptaan Allah dan panggilan hidup manusia untuk hidup layak "dalam kesatuan dengan yang lain sebagai ciptaan Allah".

Namun, rumahtangga ciptaan itu terganggu karena manusia menyalahgunakan kebebasannya. Rumahtangga bangsa kita pun terancam hancur karena ketidak-seimbangan ekonomi, sosial dan alam. Sebagai orang beriman, kita mengatakan secara jujur bahwa semua itu terjadi karena dosa. Manusia melihat sesamanya sebagai ancaman yang harus ditaklukkan. Dia merasa hanya dapat hidup dan maju dengan menghancurkan alam dan memangsa orang lain, secara khusus orang-orang miskin, kaum perempuan dan anak-anak. Akibatnya, yang kaya memiliki banyak jaminan untuk membentengi hidupnya, tetapi yang miskin hidup tanpa perlindungan apapun.

Solidarutas Allah Memulihkan Solidaritas Kita

Dunia yang telah diciptakan dalam keteraturan tergoncang oleh pola berekonomi yang tidak adil. Martabat luhur manusia yang diciptakan sesuai citraAllah direndahkan oleh keserakahan untuk menumpuk keuntungan diri sebanyak mungkin. Alam lingkungan yang tersedia untuk semua dirusak demi keuntungan sekelompok kecil orang, walaupun akibat kerusakan itu mesti ditanggung oleh semua orang. Ke dalam kondisi dunia yang diwarnai oleh ketimpangan ini, Putera Allah datang untuk tetap menyatakan kasih-Nya kepada manusia. Dengan menjadi manusia, Allah hendak membebaskan manusia dari keterpenjaraan egoisme-nya. Allah juga bermaksud memulihkan kepercayaan manusia kepada diri-Nya dan akan sesamanya. Dalam Roh Allah yang menaungi-Nya, Yesus berbicara tentang pembebasan bagi "orang-orang tawanan" dan "penglihatan bagi orang-orang buta". Allah datang ke dunia, menjadi daging dan "diam di antara kita", agar yang kaya dan berkuasa tidak menjadi tawanan dari sikap cinta-diri yang sempit dan buta terhadap kepentingan orang lain dan ciptaan. Pembebasan itu juga berlaku bagi yang miskin agar tidak tenggelam di dalam ketidakberdayaan dan buta terhadap peluang-peluang untuk membangun hidup.

Yesus tidak menolak kekayaan dan usaha memperbanyak kekayaan. Dia memuji hamba yang menggandakan talentanya dan mengecam hamba yang malas. Allah turut dimuliakan, apabila kita mengembangkan kekayaan alam dan bakat kita demi kesejahteraan bersama. Namun Dia mengingatkan adanya bahaya kerakusan akan harta dan uang yang menghancurkan relasi antarsaudara, atau malah menjadikan rumah Tuhan sebagai tempat perdagangan.[xix] Hidup manusia tidak semata-mata diukur berdasarkan pemenuhan kebutuhan ekonomi. Manusia adalah ciptaan dengan banyak kebutuhan lain yang lebih luas daripada kebutuhan ekonomi. Manusia dipanggil untuk "menjadi kaya di hadapan Allah".

Allah datang ke dunia untuk menunjukkan keberpihakan-Nya kepada orang-orang miskin dan lemah. Ia menguatkan kembali kepercayaan diri mereka agar berjuang menata kehidupannya. "Janganlah takut, hai kawanan yang kecil, sebab Bapa-Mu telah berkenan memberikan kamu kerajaan itu". Di bawah tuntunan Roh Allah, Gereja perdana membentuk suatu komunitas iman. Iman kepada Allah menggerakkan mereka untuk saling percaya. Mereka belajar hidup dari kekuatan mereka sendiri.

Pola hidup dari kekuatan sendiri dan model hidup yang saling menyejahterakan ini ternyata menarik dan menggerakkan banyak orang lain untuk menggabungkan diri. "Tiap-tiap hari Tuhan menambahkan jumlah mereka dengan orang yang diselamatkan".



Langkah ke Depan
A. Gereja Membarui Komitmen

Gereja dipanggil mewartakan harapan akan keadilan di tengah dunia yang ditandai oleh berbagai praktik ketidakadilan, khususnya dalam bidang ekonomi. Harapan ini bukanlah harapan kosong, tetapi didasarkan pada janji Allah bahwa "Ia yang memulai pekerjaan yang baik di antara kamu, akan meneruskannya sampai akhirnya pada hari Kristus Yesus".

Menyadari kembali apa yang menjadi tujuan penciptaan dan maksud inkarnasi (penjelmaan), di dalam bimbingan Roh Kudus Gereja Katolik Indonesia membarui komitmennya untuk mendorong kerjasama antara badan publik, kekuatan pasar dan komunitas-komunitas warga guna menciptakan tata-kelola ekonomi yang berkeadilan dan yang menjadikan kesejahteraan bersama sebagai tujuan utama. Sikap yang perlu ditumbuhkan adalah pertobatan, metanoia, termasuk di dalam tubuh Gereja sendiri.

Gereja menghayati pertobatannya dengan cara:
1.Pertama, membarui tekad untuk bersama saudara-saudara yang miskin dan lemah terus menumbuhkan sikap berani memulai dengan kekuatan dan potensi yang ada, betapa pun kecilnya, tanpa menggantungkan diri pada inisiatif kekuatan-kekuatan ekonomi berskala besar. Sebagai orang beriman kita memiliki keyakinan dan harapan bahwa apa yang kecil dapat tumbuh dan mekar menjadi daya kekuatan yang besar bagi kesejahteraan bersama.
2.Kedua, mendorong mereka yang diberkati dengan kekuatan ekonomi besar agar lebih jujur dan seksama dalam mencari jalan untuk membantu kondisi hidup kaum miskin mdan lemah. Keterlibatan mereka hanya bermanfaat apabila mendorong kemandirian kaum miskin sendiri, dan bukan menciptakan ketergantungan yang semakin besar.Dengan keterlibatan yang lebih jujur, mereka secara langsung dan sengaja dapat membantu menciptakan kesejahteraan bersama. Melalui keterlibatan itu semua potensi dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan taraf kehidupan bersama.Asas kesejahteraan umum harus menjadi penuntun, agar manusia tidak menjadikan keuntungan ekonomi sebagai suatu bentuk penyembahan berhala, yang membelenggu dirinya sendiri, merugikan orang lain serta merusakkan alam ciptaan.
3.Ketiga, mendorong serta mendesak para pembuat dan pelaksana kebijakan publik untuk berubah dari kecenderungan memperdagangkan jabatan dan mandat rakyat bagi keuntungan sendiri menuju keberanian membuat dan melaksanakan kebijakan publik yang sungguh-sungguh berpihak kepada kaum miskin dan kesejahteraan bersama. Dalam keyakinan Gereja, kesejahteraan merupakan hak setiap orang. Pemerintah serta badan-badan publik lain berkewajiban menjaga dan memastikan pemenuhan hak tersebut, sebab "keadilan adalah tujuan, dan karena itu juga merupakan tolok ukur segala kinerja politik".
4.Keempat, mendorong para cerdik-pandai untuk aktif terlibat dalam mengkaji kembali dan mengubah gagasan serta cara-cara berpikir, terutama di bidang ekonomi, yang merugikan kaum miskin dan lemah. Kajian kritis itu diharapkan menjadi jalan bagi penemuan gagasan, cara berpikir serta cara bertindak baru yang menempatkan kesejahteraan bersama sebagai cita-cita utama.


B. Prinsip-Prinsip Perekonomian yang Adil
Setelah menyatakan pertobatan dan membarui komitmen, kami menyampaikan beberapa prinsip dasar yang perlu diperhatikan bersama dalam menentukan langkah ke depan menuju perekonomian yang adil. Perekonomian yang berkeadilan terarah pada peningkatan kesejahteraan bersama dan pelestarian seluruh alam ciptaan.

Prinsip-prinsip dasar tersebut adalah sebagai berikut:
1.Pertama, kesetaraan martabat setiap manusia. Manusia tidak boleh dikorbankan dalam pengejaran kepentingan ekonomi. Sebaliknya, manusia harus selalu "menjadi subjek, dasar dan tujuan" dari setiap kegiatan, termasuk kegiatan ekonomi. Dengan demikian kegiatan ekonomi dapat mendorong dan memberdayakan setiap orang, terutama yang miskin dan lemah, untuk berpartisipasi dalam kehidupan bersama.
2.Kedua, kesejahteraan bersama. Selain mempunyai hak, setiap orang juga mempunyai kewajiban dan tanggungjawab untuk meningkatkan kesejahteraan bersama, mengingat ia hanya dapat hidup dalam tata kebersamaan. Tolok-ukur tak terbantah dari kesejahteraan bersama suatu masyarakat adalah mutu kehidupan warganya yang paling lemah. Apabila sebagian besar warganya yang paling lemah masih hidup dalam kemiskinan, masyarakat itu tidak sejahtera.
3.Ketiga, solidaritas. Solidaritas adalah kesetiakawanan untuk bersama-sama melihat persoalan, mencari dan merancang jalan keluarnya, melaksanakan dan mengevaluasi menurut tolok-ukur kesejahteraan bersama. Prinsip solidaritas adalah kekuatan warga untuk mengorganisir diri menjadi daya gerak sosial, ekonomi dan politik.
4.Keempat, subsidiaritas. Prinsip ini menegaskan, apa yang dapat dilakukan oleh unit-unit yang lebih kecil tidak boleh diambil-alih oleh unit-unit yang lebih besar. Dengan memperhatikan prinsip ini, kekuatan-kekuatan ekonomi yang besar tidak mencaplok atau menyingkirkan usaha-usaha ekonomi mikro dan kecil yang dilakukan oleh kaum miskin dan lemah. Prinsip ini juga mendorong unit-unit ekonomi yang kecil untuk mengorganisir diri menjadi suatu kekuatan ekonomi yang mandiri.

Kesejahteraan bersama menuntut keadilan. Itu hanya dapat terjadi apabila tata-kelola ekonomi menghasilkan kualitas hidup yang dapat dinikmati oleh kebanyakan warga biasa dalam kepatutannya sebagai manusia. Tata-kelola ekonomi yang baik terungkap dalam kebijakan ekonomi yang baik. Dan tolok-ukur kebijakan ekonomi yang baik bukan terutama terletak dalam kemampuannya mendatangkan investasi berskala besar namun tidak punya kaitan dengan kesejahteraan warga biasa, melainkan dalam kemampuannya memberdayakan mereka yang miskin dan lemah, serta membebaskan mereka dari kemiskinan dan proses pemiskinan.


C. Prioritas dan Beberapa Langkah Strategis
Prioritas gerakan kita adalah pemberdayaan potensi dan energi ekonomi rakyat. Segala upaya dalam rupa kebijakan publik serta kerjasama dengan kekuatan ekonomi berskala besar hanya punya arti apabila diarahkan untuk proses pemberdayaan itu. Sekali lagi, proses itu tidak boleh mengakibatkan ketergantungan kaum miskin dan lemah pada kekuatan-kekuatan ekonomi berskala besar maupun pemerintah, tetapi membebaskan mereka dari ketergantungan.

Prioritas ini mendesak, dan untuk itu beberapa langkah berikut perlu ditempuh.
1.Pertama, gerakan untuk memenuhi kebutuhan dasar warga masyarakat yang miskin, bukan dengan program dan proses yang membuat mereka semakin tergantung, tetapi melalui upaya-upaya yang membuat potensi dan energi ekonomi mereka muncul serta bergerak. Semua pihak perlu melakukan evaluasi sejauh mana sumbangannya terhadap proses ini sungguh-sungguh membuat kaum miskin semakin berdaya dalam kehidupan ekonomi.
2.Kedua, gerakan untuk memberdayakan kelompok-kelompok khusus di antara kaum miskin, yang secara ekonomi aktif dan yang mempunyai potensi serta energi untuk berkembang. Terutama sangat penting gerakan pemberdayaan melalui pendidikan kewirausahaan dan pembentukan modal tanpa menggantungkan diri pada kekuatan-kekuatan ekonomi berskala besar maupun pemerintah.
3.Ketiga, gerakan pendidikan dan pengadaan modal secara mandiri. Hal ini tentu tidak dapat dilepaskan dari proses pembentukan sikap saling percaya, kejujuran dalam usaha, kreativitas, inovasi, kualitas kerja, ketepatan waktu, pola hidup hemat dan sebagainya. Kita dapat bercermin pada kisah-kisah mereka baik dari dalam maupun luar negeri - yang memperjuangkan pemberdayaan kaum miskin.
4.Keempat, gerakan untuk mendesakkan pengadaan prasarana sosial ekonomi yang lebih seimbang di Indonesia, dengan memberi perhatian khusus pada pengembangan berbagai prasarana yang mendorong perkembangan ekonomi rakyat di daerah-daerah tertinggal.
5.Kelima, gerakan untuk memantau arah kebijakan publik dalam bidangekonomi, agar semakin memberi perhatian khusus pada usaha memberdayakan potensi dan energi ekonomi kaum miskin serta lemah.
6.Keenam, gerakan untuk memantau arah kebijakan publik, dengan perhatian khusus pada pelaksanaan tata-kelola yang baik dan pencegahan korupsi, kolusi serta jual-beli kebijakan publik.
7.Ketujuh, gerakan bersama mereka yang berkehendak baik dan semua pihak, baik pemerintah maupun dunia usaha, untuk membentuk jaringan usaha-usaha kecil dan mikro yang melatih serta menghadirkan lapangan kerja bagi mereka yang tidak trampil dalam masyarakat.
8.Kedelapan, gerakan untuk melestarikan lingkungan sebagai upaya ekologis yang tidak boleh diabaikan dalam usaha peningkatan kesejahteraan ekonomi.
9.Kesembilan, semua gerakan itu dapat menjadi gerakan yang andal dan berkelanjutan apabila didukung oleh gerakan para cerdik-pandai yang terus-menerus melakukan kajian kritis atas berbagai cara berpikir dan praktik berekonomi yang berlangsung dewasa ini. Tujuannya untuk menemukan gagasan, cara berpikir dan praktik ekonomi baru yang lebih berorientasi pada kaum miskin dan lemah serta cita-cita kesejahteraan bersama.

D. Memajukan yang Sudah Ada
Untuk melaksanakan semua itu, kita tidak harus memulai dari kekosongan. Sudah ada banyak pemikiran dan kebiasaan baik di dalam masyarakat kita yang dapat kita kembangkan untuk memperkuat gerakan sosio-ekonomi tersebut. Usaha ekonomi bersama hanya dapat dibangun di atas dasar saling percaya. Demikian pula kita patut menghargai dan mendukung sejumlah inisiatif yang diambil pemerintah dan kekuatan ekonomi berskala besar serta menengah untuk mendukung usaha-usaha ekonomi rakyat. Untuk memastikan bahwa bantuan pemerintah dan kekuatan-kekuatan ekonomi berskala besar serta menengah itu sungguh memberdayakan kaum miskin dan lemah, dan tidak justru melahirkan pola ketergantungan, diperlukan pengawalan dan pemantauan yang kritis dari masyarakat luas.

Di dalam Gereja Katolik Indonesia pun sudah ada sejumlah inisiatif yang patut dijadikan dasar untuk membangun lebih lanjut perekonomian rakyat, misalnya Komunitas Basis Gerejawi, Aksi Puasa Pembangunan (APP) dan Koperasi-koperasi Umat, seperti Koperasi Kredit dan Credit Union (CU).

Komunitas Basis Gerejawi sebagai cara menggereja secara baru perlu dikembangkan menjadi wadah saling menguatkan dalam iman yang membuahkan usaha-usaha nyata untuk mewujudkan kesejahteraan bersama. APP diharapkan semakin menjadi sarana pembelajaran bersama mengenai tema-tema yang berkaitan dengan kehidupan menggereja dan memasyarakat, termasuk keadilan di bidang sosio-ekonomi. Selanjutnya dana APP nasional dan keuskupan diarahkan secara lebih efektif bagi upaya-upaya sosial-ekonomi yang berkelanjutan.

Koperasi-koperasi Umat hendaknya dikelola sebagai bentuk usaha bersama yang memperhatikan secara khusus kelompok warga miskin yang berpotensi dan mampu secara aktif melakukan usaha ekonomi tetapi tidak memiliki modal.

Kita hanya dapat membangun bersama di atas dasar kekuatan sendiri, apabila kita bersedia belajar, berdiskusi, bergerak dan bekerja bersama.



DAFTAR PUSTAKA

Majalah Hati Baru No.12 Tahun XVIII, Maret 2006
http://msfmusafir.wordpress.com/
http://www.mirifica.net/
http://pmkri-yogyakarta.blogspot.com/
http://www.kuk.org.uk/
http://www2.kompas.com/
http://guyub.blogspot.com/
http://groups.yahoo.com/
http:// santomikael.com/